Tiga kantong jenazah warna kuning dimasukkan ke dalam peti warna putih, yang telah disiapkan di dalam tiga mobil jenazah. Proses pemindahan dari kontainer penyimpanan ke dalam peti yang ada di dalam mobil, dilakukan dengan pengawalan ketat petugas kepolisian bersenjata lengkap.
Tiga jenazah terduga teroris yang telah selesai teridentifikasi adalah Anton Ferdianto, Sari Puspita Rini, dan Hilya Aulia Rahman, yang semuanya tewas dalam ledakan di rusunawa Wonocolo di Sidoarjo, Minggu (13/5) malam. Ketiganya merupakan satu keluarga yang beralamat KTP di Manukan Kulon, Surabaya.
Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Polisi Frans Barung Mengera mengungkapkan, kondisi jenazah terduga teroris yang sudah hancur akibat bom bunuh diri, diakui membutuhkan waktu untuk identifikasi oleh tim DVI Mabes Polri.
“Pusat DVI yang diletakkan di Rumah Sakit Bhayangkara menyampaikan hasil identifikasi yang akan diserahkan kepada keluarga untuk dimakamkan, dan kami menyampaikan juga bahwa hasil ini secara terus menerus nanti akan disampaikan juga karena hari ini baru hanya tiga. Ya, rekan-rekan semua sudah mengerti mengapa tiga, ya itu semua karena situasional yang ada,” kata Kombes Polisi Frans Barung Mangera.
Frans Barung Mangera tidak memberikan keterangan lengkap mengenai hasil identifikasi ketiga jenazah terduga teroris, termasuk kepada siapa dan ke mana jenazah akan diserahkan. Informasi yang dihimpun VOA menyebutkan, sejumlah warga menolak rencana pemakaman terduga teroris di tempat pemakaman umum Putat Gede.
Bahkan kepala daerah di luar Surabaya juga menolak pemakaman terduga teroris di wilayahnya, meski terduga teroris ber-KTP daerah itu. Sementara itu, 10 jenazah terduga teroris lainnya, masih berada di ruang jenazah Rumah Sakit Bhayangkara, Polda Jawa Timur.
Pengamat terorisme dan juga Dekan FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya, Akhmad Muzakki mengatakan, penolakan oleh warga terhadap pemakanan jenazah terduga teroris adalah konsekuensi penolakan sebagian besar warga terhadap aksi terorisme, dan tindakan yang telah mencederai perasaan masyarakat.
“Konsekuensi berikutnya ya lalu masyarakat menolak mereka dikebumikan di titik masing-masing. Bahkan pimpinan pemerintah daerah juga menolak ada warga yang mau dikebumikan di tempat itu. Sinyalnya penting, supaya jangan melakukan apa-apa kepada warga masyarakat ini. Jangan melakukan pelanggaran pada adat, sosial, norma-norma sosial untuk kita bersama,” jelas Akhmad Muzakki.
Muzakki menegaskan, bahwa aksi teror di Surabaya dan daerah lain di Indonesia, tidak terkait dengan agama apapun, karena agama tidak pernah mengajarkan untuk menghilangkan nyawa manusia lain.
“Teroris ini nir-agama sebetulnya, gak ada kaitan dengan agama, agama apapun. Ini adalah pelanggaran kepada hak dan martabat kemanusiaan,” imbuhnya. [pr/lt]