Atas tekanan demonstran yang begitu kuat, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin mengumumkan penundaan rencana perombakan peradilannya, dengan mengatakan dia ingin memberikan waktu untuk mencari kompromi atas paket kontroversial dengan lawan-lawan politiknya.
“Dari sego tanggung jawab nasional dan keinginan untuk menghindari keretakan dalam masyarakat, saya memutuskan untuk menangguhkan proses legislatif kedua dan ketiga dari undang-undang dalam masa sidang Knesset ini untuk memberikan waktu guna mencapai konsensus yang luas," ujar Netanyahu.
Segera setelah pernyataan Netanyahu tersebut, kepala serikat pekerja terbesar di negara itu mengatakan akan membatalkan pemogokan umum yang mengancam akan menghentikan perekonomian Israel.
Sebelum pengumuman itu, semua penerbangan yang berangkat dari bandara internasional utama Israel dihentikan, pusat-pusat belanja besar dan universitas ditutup, dan serikat pekerja terbesar di Israel menyerukan kepada 800.000 anggotanya – di bidang kesehatan, transportasi, perbankan, dan sektor-sektor lainnya – untuk mogok kerja.
Para diplomat Israel melakukan aksi walkout atau menghentikan pekerjaan mereka di misi-misi Israel di luar negeri, pemerintah daerah diminta menutup sekolah dan menghentikan semua layanan lainnya, dan serikat dokter utama Israel mengumumkan bahwa anggotanya juga akan mogok.
Penolakan yang meningkat terhadap rencana Netanyahu tersebut terjadi beberapa jam setelah puluhan ribu orang menyerbu jalan-jalan di seluruh pelosok Israel untuk menunjukkan kemarahan secara spontan atas keputusan perdana menteri itu untuk memecat menteri pertahanannya setelah dia menyerukan jeda untuk perombakan sistem peradilan.
Dengan meneriakkan kata-kata, “negara sedang terbakar,” para demonstran menyalakan api unggun di jalan raya utama Tel Aviv, dan menutup jalan-jalan di seluruh negeri selama berjam-jam.
Nir Mueller, seorang pengunjuk rasa berusia 59 tahun, mengatakan, “Saya akan tinggal di sini dan memperjuangkan apa yang telah diperjuangkan bangsa Yahudi selama 2.000 tahun. Empat generasi keluarga saya menumpahkan darah di tanah ini. Tidak mungkin dua penjahat ini akan menghapus apa yang telah dicapai oleh empat generasi keluarga saya untuk tanah ini. Kami akan berjuang demi demokrasi ini.”
Demonstran berkumpul lagi pada hari Senin di luar Knesset, atau parlemen. Mereka mengubah jalan-jalan di sekitar gedung wakil rakyat itu dan gedung Mahkamah Agung menjadi lautan bendera Israel biru-putih yang dihiasi dengan spanduk warna pelangi Pride.
Demonstrasi besar di Tel Aviv, Haifa, dan kota-kota Israel lainnya menarik ribuan orang.
Ami Ido, seorang mahasiswa berusia 19 tahun ikut dalam demonstrasi itu. “Saya dan teman saya datang ke sini karena kami merasa khawatir dengan apa yang terjadi, seperti yang terjadi semalam dengan pemecatan Menteri Pertahanan hanya karena dia angkat bicara dan mendukung reformasi yang positif. Kami pikir Israel adalah negara demokrasi dan itulah mengapa kami ada di sini. Saya pikir penting bagi kami untuk berjuang di sini demi demokrasi,” tukasnya.
Seorang mahasiswa lainnya, Ruti Vaserman berusia 32 tahun menyampaikan pendapatnya. “Yang mereka inginkan sekarang dengan undang-undang baru ini, mereka ingin mengontrol Bagatz (Mahkamah Agung) dan menjadikannya alat politik. Kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kami menginginkan demokrasi yang sesungguhnya. Kami tidak akan membiarkan Bagatz dipolitisasi.”
Rencana tersebut—yang diajukan oleh Netanyahu, yang diadili karena tuduhan korupsi, dan sekutunya di pemerintahan ekstrem kanan Israel—telah menjerumuskan Israel ke dalam salah satu krisis domestik terburuknya.
Rencana itu telah memicu protes berkelanjutan yang telah mempengaruhi hampir seluruh sektor masyarakat, termasuk militernya, di mana pasukan cadangan semakin terbuka untuk mengatakan bahwa mereka tidak akan mematuhi perintah negara yang menurut mereka telah membelok ke arah otokrasi. [lt/jm]
Forum