Ketidakjelasan akan nasib dari Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT), yang diusulkan sejak 17 tahun yang lalu, membuat para aktivis semakin geram.
Menuntut kejelasan akan nasib RUU tersebut, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) bersama buruh dan mahasiswa akan menggelar aksi di depan gedung DPR pada Selasa (14/12), mendesak para wakil rakyat agar segera mengesahkan RUU Perlindungan PRT.
Koordinator Jala PRT, Lita Anggraini, mengatakan pimpinan DPR khususnya dari Fraksi Golkar dan Fraksi PDI Perjuangan tidak berpihak kepada nasib jutaan PRT di Indonesia. Ia beralasan pimpinan DPR justru mengagendakan usulan-usulan RUU yang belakangan masuk Badan Musyawarah (Bamus) DPR ketimbang RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Menurut Lita, RUU ini juga sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas pada 2020, 2021 dan 2022, namun pihak DPR tidak pernah pernah membawa RUU ini ke dalam agenda pembahasan di sidang paripurna.
"Apakah mereka menutup mata terhadap kekerasan yang terjadi pada PRT. Apakah mereka menutup mata terhadap eksploitasi yang terjadi pada PRT," sebut Lita kepada VOA, pada Minggu (12/12) malam.
Ia menambahkan penundaan pembahasan RUU ini berdampak pada pembiaran situasi kerja yang tidak layak dan berbagai bentuk kekerasan terhadap sekitar lima juta PRT di Indonesia. Kata dia, mayoritas PRT tersebut atau sekitar 84 persen di antaranya adalah perempuan.
Menurutnya, pembiaran tersebut juga bertentangan dengan slogan yang dilontarkan pimpinan DPR yakni memberikan perlindungan kepada semua pihak termasuk perempuan.
"Slogan-slogan yang disampaikan pimpinan DPR dari PDI Perjuangan. Perempuan dukung perempuan, dukung orang kecil, SDGs. Itu bertolak belakang dengan tindakan mereka terhadap RUU PRT," tambah Lita.
Lita menjelaskan draft RUU PPRT telah berulang kali mengalami revisi untuk mengakomodir sejumlah fraksi yang semula menolak atau keberatan dengan sejumlah pasal dalam draf RUU ini. Ia juga membantah bahwa RUU PPRT ini bertentangan dengan budaya dan semangat gotong royong bangsa ini. Sebab, nilai-nilai tersebut juga dituangkan dalam pasal-pasal RUU ini. Karena itu, kata dia, sudah tidak ada alasan lagi bagi DPR untuk terus menunda pembahasan dan mengesahkan RUU ini.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Buruh Said Iqbal mengatakan pihaknya mendukung Jala PRT dalam memperjuangkan pembahasan dan pengesahan RUU PPRT. Ia akan mengerahkan massa partai buruh untuk menggelar aksi-aksi di Jakarta dan berbagai wilayah lainnya.
"Partai buruh akan bersama perjuangan kawan-kawan yang menjadi konstituen. Saya bisa yakinkan konfederasi seperti KSPI dan KPBI akan terlibat aktif dalam aksi ini," tutur Said Iqbal dalam konferensi pers daring, pada Minggu (12/12/2021).
Golkar: Urgensi RUU PPRT Belum Ada
Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Golkar Firman Subagyo mengatakan RUU PPRT saat ini belum memiliki urgensi untuk disahkan. Menurutnya, kondisi ekonomi Indonesia yang berbeda dengan negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang membuat skema penyaluran dan pola kerja PRT yang ada saat ini sudah cukup memadai.
"Kalau diatur secara kaku ini repot, ini bukan Amerika, Jepang, negara Eropa. Kalau di sana PRT memang mahal dan hak-haknya dilindungi karena dari negara lain. kalau di sini berasal dari kampung sendiri," tutur Firman kepada VOA, Minggu (12/12) malam.
Firman berpendapat PRT tidak dapat diatur seperti dalam draf RUU PRT karena berbeda dengan budaya masyarakat yang mengedepankan gotong royong dan kekerabatan. Di samping itu, kata dia, sudah ada regulasi yang mengatur tentang PRT di level nasional dan luar negeri. Semisal Undang-undang Ketenagakerjaan untuk PRT yang bekerja di dalam negeri.
"PRT itu tdk bisa diatur leterlek (secara harfiah) karena akan menghapuskan sifat-sifat kebersamaan, kegotongroyongan, dan kekerabatan. Itu kultur bangsa Indonesia tidak boleh dihapuskan. Kita jangan menganut ala barat," imbuhnya.
Firman juga tidak mau dipaksa untuk mengesahkan RUU PPRT meski draf aturan ini sudah berusia 17 tahun. Kendati, ia mempersilahkan para PRT dan buruh untuk menggelar aksi terkait RUU ini.
VOA sudah meminta konfirmasi kepada sejumlah politikus PDI Perjuangan terkait RUU Perlindungan PRT. Namun, belum ada tanggapan dari mereka hingga berita ini diturunkan. [sm/rs]