Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, Sandrayati Moniaga, menyebut penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada suatu daerah atau wilayah bukan merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) negara terhadap rakyatnya. Pasalnya PSBB adalah langkah negera menyelamatkan warganya dari ancaman penyakit yang bisa menyebabkan kematian. Menurutnya, ada hak warga negara yang tidak dapat dikurangi, dan ada yang dapat dikurangi.
“Yang tidak bisa dikurangi itu, misalnya, hak hidup, hak untuk menjalankan agama, hak untuk tidak direndahkan martabatnya, misalnya hak tidak diperbudak. Dalam konteks PSBB itu adalah pembatasan sosial, dalam rangka negara menyelamatkan hak hidup dari banyak orang. Karena pembatasan sosial ini kan bukan tanpa tujuan, tapi ada penyebabnya,” kata Sandrayati Moniaga.
Secara pribadi, Sandrayati Moniaga lebih memilih pemberlakuan karantina wilayah dibandingkan dengan PSBB, karena di situ ada kewajiban negara yang harus dilakukan berkaitan dengan pemenuhan ekonomi warganya. Namun, ia juga menyoroti masih banyaknya warga yang kurang disiplin menjalankan peraturan, serta ketidakkonsistenan negara dan aparatur penegak hukum dalam menegakkan peraturan.
“Kebijakan negara ada, tapi memang harus secara konsisten dijalankan dengan segala prasyaratnya. Yang kedua, warga sendiri juga harus belajar untuk disiplin, belajar untuk menjadi warga negara yang baik, yang taat hukum, yang juga peduli dengan orang lain,” ujarnya.
Sandrayati menambahkan, dalam kondisi pandemi corona seperti sekarang, Komnas HAM mengingatkan pemerintah untuk menjamin tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak warga negara. Salah satunya dengan memastikan tidak ada pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, mengaku telah melakukan berbagai kebijakan dalam rangka melindungi warganya dari ancaman dan dampak corona. Antara lain dengan menyediakan sarana sanitasi di tempa-tempat umum, mendirikan dapur umum, membagikan makanan bagi warga terdampak, dan membuat kebijakan berupa protokol di 19 tempat atau bidang.
Namun, Risma menyebut tidak mudah menjalankan upaya itu. Terlebih di wilayah yang warganya sulit untuk diberikan pemahaman.
“Memang ini tidak mudah, sebetulnya saya pada awal-awal saya selalu turun, ke pasar, ke tempat warga berkumpul, ke mana-mana saya turun. Saya sosialisasi sendiri, bagaimana mengajarkan disiplin kepada warga. Disamping saya terus mengimbau, kita putar itu rekaman suara saya ada dimana-mana, itu kita putar terus,” kata Tri Rismaharini.
Selain memastikan terpenuhinya layanan kesehatan dan makanan bagi warga terdampak corona, Risma juga mengajak seluruh warga kota untuk bersama-sama menciptakan ketahanan pangan secara mandiri. Misanya dengan menanam tanaman pangan di pekarangan rumah masing-masing.
Langkah ini sebagai upaya untuk mencukupi kebutuhan pangan warga di tengah pandemi corona, yang mengakibatkan harga-harga bahan kebutuhan pokok melambung. Risma sendiri sudah mencoba memanfaatkan tempat di Balai Kota untuk menanam padi dan terong.
“Sekarang saya sedang mengajak warga saya untuk memanfaatkan lahan-lahan kecil di rumahnya, untuk kita bisa menanam apa saja yang bisa kita makan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi kita akan lebih aman kalau kita bisa mempunyai makanan sendiri,” ujar Risma seraya menambahkan akan mencoba menanam ubi jalar. [pr/ft]