Pemerintah di lebih dari 20 negara menggunakan ancaman, serangan dan tindakan hukum untuk melakukan pembalasan terhadap wartawan dan kritikus yang melarikan diri ke luar negara mereka, demikian temuan sebuah laporan baru.
Pada waktu UU yang menindas, kerusuhan dan konflik memaksa banyak jurnalis untuk mengasingkan diri, organisasi nirlaba Freedom House melihat adanya peningkatan upaya dari pemerintah mereka untuk melakukan pembalasan terhadap para pengecamnya.
Selama dekade yang lalu, sedikitnya 26 negara menargetkan wartawan di luar negeri dalam proses yang dikenal sebagai represi transnasional, menurut laporan yang dikeluarkan organisasi itu hari Rabu (6/12).
Organisasi itu mendokumentasikan 112 kasus penindasan transnasional secara fisik yang dilakukan terhadap para wartawan antara 2014 dan 2023. Sebagian dari wartawan itu bekerja untuk media mapan, yang lainnya bekerja paruh waktu, dan laporan itu menyebut berbagai kasus yang dialami oleh mereka yang bekerja untuk media afiliasi VOA.
“Semua itu merupakan upaya untuk membungkam pemberitaan mereka yang kritis. Dan menurut saya, ini karena pemerintah yang berkuasa takut kalau kebenaran dan informasi dapat membuat mereka dituntut pertanggungjawabannya,” kata salah seorang penulis laporan itu, Jessica White, kepada VOA.
Para pelaku adalah orang-orang terkemuka dari pemerintahan otoriter, antara lain Moskow, Beijing, Teheran dan Phnom Penh.
“Babak terbaru dalam buku pedoman pemerintah otoriter yang kian banyak adalah memburu para wartawan di pengasingan yang menyatakan kebenaran mengenai prioritas, kinerja dan kelakuan buruk rezim,” kata Presiden Freedom House Michael Abramowitz dalam sebuah pernyataan.
Taktik Penindasan
Taktik mereka beragam, mulai dari serangan hingga penahanan dan deportasi yang melanggar hukum. Tetapi penindasan transnasional digital dan tidak langsung – seperti pelecehan online dan doxing, di mana informasi mengenai seseorang diposting online, bahkan lebih umum lagi, kata White.
“Masalahnya, bentuk represi transnasional yang lebih berupa digital dan tidak langsung lebih sulit untuk dilacak,” jelas White.
China dan Rusia – keduanya dikenal karena lingkungan media domestiknya yang represif – termasuk di antara mereka yang menargetkan para wartawan yang kritis di pengasingan.
Represi Transnasional di Xinjiang
Dalam beberapa kasus, para anggota keluarga yang masih tinggal di negara mereka dilecehkan untuk menarget wartawan bersangkutan secara tidak langsung. Taktik ini didokumentasikan di kawasan Xinjiang, China, di mana pemerintah mengancam dan menahan para anggota keluarga wartawan Uyghur yang tinggal di pengasingan.
“Hukuman terhadap orang yang berbicara kebenaran kepada penguasa adalah menghukum seluruh keluarga mereka,” kata Gulchehra Hoja, jurnalis Radio Free Asia seksi Uyghur, kepada Freedom House.
Beberapa anggota keluarga Hoja dijadikan sasaran setelah ia mulai bekerja di Radio Free Asia, media afiliasi VOA.
Dalam pernyataan yang dikirim via email kepada VOA, juru bicara di kedutaan besar China di Washington membantah bahwa Beijing melakukan pembalasan terhadap para wartawan dan kritikus, dengan mengatakan “tidak ada yang namanya ‘represi transnasional’ di China.”
Liu Pengyu, juru bicara itu, mengatakan, China mematuhi hukum internasional, bahwa wartawan “menikmati kebebasan penuh” untuk melaporkan sesuai dengan hukum. Ia juga mengatakan bahwa penahanan massal warga Uyghur oleh Beijing adalah untuk “menanggapi kekerasan, terorisme dan separatisme .. yang mendapat dukungan penuh dari rakyat.”
Teheran Pelaku Penindasan Paling Berani
Pemerintah Iran disebutkan dalam laporan Freedom House sebagai salah satu pelaku penindasan yang paling berani, fakta yang diakui pembawa acara VOA Persia, Masih Alinejad.
Alinejad menjadi target upaya penculikan pada 2021 di New York. FBI menyebut upaya tersebut sebagai bagian dari rencana Teheran untuk membawa Alinejad ke Iran. Departemen Kehakiman pada Januari lalu mendakwa tiga orang yang disebut sebagai bagian dari kelompok kejahatan terorganisir Eropa Timur, yang dalam kasus terpisah diduga berencana membunuh Alinejad.
Sejak upaya tahun 2021 itu, wartawan Amerika keturunan Iran tersebut mendapat perlindungan dari pemerintah AS dan sering berpindah ke tempat-tempat yang aman.
Kementerian Luar Negeri Iran tidak segera menanggapi permintaan komentar yang dikirim VOA melalui email.
Ancaman Bagi Demokrasi
Bagi Alinejad, semua orang harus peduli mengenai penindasan transnasional – bukan hanya mereka yang terdampak langsung.
“Represi transnasional bukan hanya ancaman bagi kami, bagi para pembangkang. Ini adalah ancaman bagi demokrasi,” kata Alinejad kepada VOA.
“Itu sebabnya mengapa saya pikir setiap orang yang tinggal di negara demokrasi harus peduli mengenai ini, karena diktator tidak menargetkan kami – mereka menargetkan demokrasi. Mereka menarget kebebasan berekspresi. Mereka menargetkan kebebasan menyatakan pendapat,” katanya.
White memberitahu VOA bahwa jika represi transnasional berhasil, “risikonya adalah kita akan terputus dari seluruh bagian dunia.”
Pemerintah demokratis di seluruh dunia memiliki kewajiban untuk mendukung dan melindungi dengan lebih baik lagi para wartawan yang tinggal di pengasingan di negara mereka, kata White. Upaya itu antara lain membuat penerbitan visa kemanusiaan lebih mudah tersedia.
Perusahaan-perusahaan media sosial juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi wartawan di pengasingan, karena represi transnasional digital berlangsung di platform mereka, lanjut White.
Represi transnasional kerap menimbulkan dampak psikologis terhadap sasarannya, kata White. Hal tersebut dapat menyebabkan wartawan untuk melakukan sensor mandiri atau berhenti bekerja sama sekali. [uh/ab]
Forum