Sekitar 30 perempuan Afghanistan menggelar aksi protes di luar kantor gubernur Provinsi Herat, di wilayah barat negara itu, Jumat (3/9). Mereka mendesak para pemimpin baru negara itu untuk melibatkan perempuan ke dalam kabinet mereka.
Sementara kelompok Taliban mencegah para demonstran menemui gubernur, mereka tidak membubarkan demonstrasi itu.
Apa yang diserukan para demonstran dalam aksi mereka umumnya menuntut hak perempuan untuk bekerja dan mendapatkan pendidikan. Mereka juga menyerukan agar para pemimpin baru menciptakan perdamaian dan keamanan.
Para pemimpin Taliban telah berusaha untuk menampilkan citra yang lebih moderat dalam beberapa bulan terakhir, termasuk mengatakan perempuan dan anak perempuan akan dapat bersekolah dan bekerja sesuai dengan hukum Islam.
Mereka juga mengatakan warga Afghanistan akan diizinkan bepergian dengan bebas, tetapi banyak yang meragukan mereka.
Banyak pengamat mengatakan, perlakuan Taliban terhadap perempuan dan media adalah petunjuk kunci bagaimana Taliban akan memerintah Afghanistan. Kelompok itu telah mengadakan konferensi pers dan mengizinkan media untuk beroperasi, tetapi ada laporan-laporan yang menyebutkan bahwa Taliban menarget beberapa wartawan domestik.
Para pejabat Taliban juga telah mengeluarkan arahan yang tidak menyenangkan agar media tidak menyampaikan pemberitaan yang bertentangan dengan hukum Islam atau merugikan kepentingan nasional.
Jaringan TV swasta paling populer di Afghanistan telah secara sukarela mengganti opera-opera sabun dan acara-acara musik Turki yang tergolong progresif dengan program-program yang lebih lunak. Namun, sejumlah stasiun berita independen Afghanistan tetap menampilkan presenter perempuan mereka dan menguji batas kebebasan pers di bawah Taliban.
Ketika memerintah Afghanistan antara 1996 dan 2001, Taliban memaksakan interpretasi Islam yang keras, melarang perempuan bersekolah, mengucilkan perempuan dari kehidupan publik, dan secara brutal menekan perbedaan pendapat. [ab/uh]