Raja Arab Saudi Salman hari Senin (12/10) membantah pernyataan bahwa negaranya seharusnya melepas peran sebagai penyelenggara haji, setelah insiden berdesak-desakan di Mina bulan lalu yang menewaskan 769 orang.
Kerajaan Arab Saudi mengatakan “pernyataan-pernyataan tidak bertanggungjawab” dan kecaman terhadap penanganan keamanan yang dilakukan pihak kerajaan ketika berlangsungnya ibadah haji, tidak akan mengurangi pengawasan Arab Saudi atas pelaksanaan ibadah haji tahunan tersebut.
Penyelenggaraan haji tahun ini diwarnai insiden ketika dua rombongan massa bertemu di sebuah jalan yang sempit, ketika melaksanakan ritual melempar jumrah 24 September lalu.
Menurut keterangan resmi Arab Saudi, jumlah korban tewas adalah 769 orang. Tetapi berdasarkan perhitungan baru yang dilakukan kantor berita Associated Press, sekitar 1.498 orang tewas dalam insiden itu. Jumlah korban tewas ini menjadikan insiden ini sebagai yang paling banyak memakan korban jiwa sepanjang sejarah pelaksanaan haji.
Pejabat-pejabat Arab Saudi masih belum menyampaikan perkembangan terbaru atau mengklasifikasikan korban berdasarkan kewarganegaraannya.
Pemimpin-pemimpin Iran telah menuduh Arab Saudi – pesaing mereka di kawasan – salah urus dan ceroboh, dan seorang ulama terkemuka di Iran menyerukan agar penyelenggaraan ibadah haji ini dilakukan oleh negara Islam lain setelah sedikitnya 465 warga Iran tewas dalam insiden itu. Jumlah korban tewas dari Iran ini adalah yang terbesar dibanding negara-negara lain.
Kementerian Luar Negeri Mesir hari Senin mengatakan jumlah korban warga Mesir yang tewas mencapai 181 orang, sementara 53 lainnya masih dinyatakan hilang.
Merujuk pernyataan Iran, kantor berita Arab Saudi SPA melaporkan Raja Salman mengatakan kerajaan Arab Saudi “tidak akan membiarkan upaya-upaya tersembunyi” untuk mempolitisir tragedi itu dan memecah-belah umat Islam. Bulan lalu Raja Salman memerintahkan “perubahan cara” penyelenggaraan haji. [em/ii]