Tautan-tautan Akses

Ramadan di AS: Beribadah Tanpa Beraktivitas di Masjid


Sebuah masjid yang sebagian besar kosong selama sholat tarawih. Biasanya jamaahnya mencapai lebih dari seribu orang, di Asosiasi Muslim Puget Sound pada hari pertama Ramadan selama wabah COVID-19 di Redmond, Washington, AS, 24 April 2020. (Foto : Reuters/
Sebuah masjid yang sebagian besar kosong selama sholat tarawih. Biasanya jamaahnya mencapai lebih dari seribu orang, di Asosiasi Muslim Puget Sound pada hari pertama Ramadan selama wabah COVID-19 di Redmond, Washington, AS, 24 April 2020. (Foto : Reuters/

Seperti di banyak negara lain, Ramadan di Amerika Serikat identik dengan ramainya kegiatan di masjid-masjid, seperti buka puasa bersama, tarawih bersama, mendengarkan tausiah bersama, dan sahur bersama. Namun pada tahun ini, masjid-masjid terlihat sepi.

Para pemuka agama Islam menganjurkan umat Muslim untuk melakukan ibadah Ramadan di rumah masing-masing, dan seandainya ingin merasakan suasana Ramadan yang lebih kental, mereka bisa mengikuti kegiatan yang berlangsung di masjid secara daring.

Awais Malik, seorang Muslim asal Pakistan di Germantown, Maryland, merasa sedikit kecewa dengan suasana ramadan tahun ini. Ia mengaku, ramadan menjadi saat yang tepat untuk menjalin silaturahmi dengan teman-teman sesama Muslim. Ia tak jarang memilih ramadan sebagai masa cuti tahunannya.

"Sulit awalnya, tapi kemudian saya berusaha membiasakan diri. Perlu waktu bagi saya untuk membiaskan diri. Saya tidak mengambil cuti tahunan ramadan ini. Percuma, karena saya tidak bisa ke luar rumah, dan saya pun saat ini masih diharuskan kerja dari rumah," kata Malik.

Yang paling dirindukan Malik adalah tarawih bersama. Ia merasa tidak puas dengan hanya salat tarawih sendirian. Pria lajang yang bekerja sebagai akuntan ini merasa kebijakan pemerintah terkait social distancing sangat memberatkan, namun juga bisa memakluminya. Agar membuatnya lebih bersemangat melalui ramadan, ia sesekali bersembayang tarawih bersama keluarga dekatnya dan mendengarkan tausiah lewat aplikasi Zoom dari masjid yang biasa dikunjunginya.

Imam Suetwedien Muhammad dari Masjid Muhammad di Washington DC mengatakan, kebijakan social distancing dan langkah-langkah lain untuk mengendalikan penyebaran virus corona sebetulnya memberi Muslim waktu yang lebih khusyuk untuk menjalankan ibadah ramadan bersama keluarga.

“Beroperasi atau tidaknya sebuah masjid, atau ada tidaknya masjid di sekitar kita, itu tidak menghapus kemungkinan kita untuk beribadah. Tidak menghapus kemungkinan kita untuk bersujud syukur kepada Allah, berpuasa, dan menjalankan ibadah lainnya," kata Muhammad.

"Kita masih bisa menjalankan ibadah ramadan meski tidak berada di masjid. Justru dalam suasana seperti sekarang, Anda bisa lebih khusuk melakuakn ibadah ramadan. Tidak harus memikirkan buka puasa dengan apa besok, siapa teman yang akan kita kunjungi, memikirkan pakaian apa yang akan dikenakan pada hari raya nanti. Semuanya dalam kesederhanaan dan itulah hakikat ramadan," lanjutnya.

Agus Baltazhar, seorang warga Amerika asal Indonesia yang sudah 20 tahun berprofesi sebagai penata rambut di Washington DC, membenarkan itu

Warga Muslim AS semangat puasa meski tak salat tarawih dan buka bersama di masjid karena korona. Minneapolis mengizinkan azan dengan pengeras suara selama Ramadan. (Foto: VOA)
Warga Muslim AS semangat puasa meski tak salat tarawih dan buka bersama di masjid karena korona. Minneapolis mengizinkan azan dengan pengeras suara selama Ramadan. (Foto: VOA)

“Agak sedih sih. Tapi memang lebih khusyuk, dan lebih banyak waktu karena tempat saya bekerja tutup. Saya jadi lebih sering membaca al-Quran dan melakukan sebahyang sunnah," kata Agus.

Sarah Faukar, seorang Muslim imigran dari Jerman, yang sedang menyelesaikan pendidikan S-3 di Universitas John Hopkins di Baltimore, setuju dengan pendapat Agus.

Ia mengatakan, ramadan –dan seringkali juga peringatan-peringatan terkait agama lain– sering dikomersialisasikan. Kini, katanya saatnya umat Muslim merenungkan kembali hakikat ramadan, yakni pengorbanan dalam wujud berpuasa. Katanya juga, ini merupakan saat umat Muslim untuk lebih mendekatkan diri kepada keluarga dan Islam, serta merenungi betapa indahnya Islam.

Perempuan yang sempat bekerja sebagai dokter umum sebelum melanjutkan pendidikan di AS menganjurkan, agar Muslim juga tetap menjalankan puasa. Ia mengatakan, menghangatkan diri adalah kunci menghadapi virus corona.

"Anda harus menghangatkan diri karena virus corona sepertinya tidak menyukai hawa panas. Kenakan baju hangat, mengonsumsi minuman hangat sewaktu sahur dan berbuka puasa, mandi sinar matahari. Saya yakin, Anda bisa menjalankan ibadah puasa," kata Faukar.

Tidak semua masjid di Amerika Serikat menutup kegiatan rutinnya selama ramadan. Sejumlah masjid di Amerika sempat melangsungkan kegiatan ibadah bersama, namun mendapat teguran dari pemerintah dan kecaman dari komunitas di sekitarnya.

Masjid Muhammad di Washington DC dan Masjidullah di Philadelphia tetap melangsungkan tarawih bersama secara sangat terbatas. Salat di masjid itu juga diperkenankan selama mempraktikan pedoman social distancing. Mereka juga menyediakan makanan gratis bagi orang-orang yang ingin berbuka puasa di masjid tersebut.

Sesuai anjuran pemerintah, para pengurus masjid juga mengingatkan para pengunjung masjid untuk tidak berlama-lama di masjid. Setelah berbuka puasa dan salat tarawih, mereka diminta segera meninggalkan masjid. [ab/uh]

XS
SM
MD
LG