Sepanjang tahun 2015-2022 ada sedikitnya 150 kejadian terdamparnya mamalia laut di pesisir pantai Pulau Papua, yang mencakup 25 lumba-lumba, 67 paus dan 68 duyung. Sementara jika dihitung di seluruh Indonesia, maka dalam periode yang sama ada 913 kejadian mamalia laut terdampar, dengan jumlah 1.220 individu.
Untuk itu dibutuhkan keterlibatan banyak pihak untuk menangani berbagai peristiwa terdamparnya paus, lumba-lumba dan duyung ini, terutama di wilayah perairan bagian timur Indonesia. Hal ini disampaikan Kepala Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong, Santoso Budi Widiarto dalam kegiatan Bimbingan Teknis dan Penguatan Jejaring Penanganan Mamalia Laut dan Biota Laut Jenis Dilindungi Terdampar di Wilayah Timur Indonesia, Kamis (22/6).
“Penyelamatan mamalia laut dan biota lainnya yang terdampar ini bukan hanya tugas pemerintah saja melainkan juga membutuhkan dukungan, komitmen dan partisipasi aktif terutama masyarakat pesisir yang sering kali bersentuhan langsung dengan kejadian terdampar ini,” ujarnya.
Ditambahkannya, hingga bulan Mei 2023, ada 29 kejadian dengan total 35 ekor mamalia laut yang terdampar di pesisir laut bagian Timur Indonesia.
Agus Dermawan selaku Pejabat Fungsional Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir (PELP) Ahli Utama, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengatakan penguatan jejaring yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, peneliti, akademisi, serta LSM bertujuan agar penanganan mamalia laut terdampar dapat dilakukan secara cepat dan tepat sehingga meningkatkan keselamatan dari mamalia laut yang terdampar.
“Kalau kita lihat kondisi hidup itu masih sangat sedikit jadi relatif kondisi mati yang kita tangani, oleh karena itu barangkali menjadi perhatian kita bagaimana kita ke depan bersama-sama bisa meng-handle (menangani) agar sama-sama ke depan menangani agar mudah-mudahan kita lebih besar menyelamatkan mamalia laut atau biota laut yang terdampar dalam kondisi hidup,” papar Agus.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan & Perikanan No.79 Tahun 2018, pembentukan jejaring tersebut menjadi bagian dari pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Konservasi Mamalia Laut tahun 2018-2022. Hingga kini sudah 700 orang menjadi anggota jejaring penyelamatan mamalia laut terdampar di bagian timur Indonesia.
Dampak Perubahan Iklim
Peneliti mamalia laut di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Raden Roro Sekar Mira mengatakan perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya cuaca dan pasang surut ekstrem dapat menjadi penyebab kejadian mamalia laut terdampar.
“Misalnya ada profil laut yang tadinya mereka bisa lalui dengan mudah tapi karena surut ekstrem sehingga perbedaan antara pasang dan surut terendah itu sangat jauh, mereka jadi terjebak di suatu laguna. Nah, itu dapat menyebabkan kejadian terdampar ini,” ujarnya.
Ditambahkannya, jurnal-jurnal penelitian juga mengungkapkan ada keterkaitan antara topan badai yang ekstrem dengan terdamparnya mamalia laut.
“Salah satu contoh yang pernah terjadi di Australia itu ketika ada badai, kemudian badainya sangat dahsyat sehingga padang lamunnya sampai terbolak-balik, mengaduk sedimen dan dasar laut dan di situ kejadian beberapa puluh duyung terdampar dan menyebabkan kematian,” paparnya.
Masyarakat dapat melaporkan kejadian mamalia laut terdampar ke Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan di 0817 923 1081 atau subditkonservasijenis@gmail.com. [yl/em]
Forum