Kebakaran hutan di Sumatera menyebabkan polusi udara terburuk di wilayah itu sejak tahun 2006. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Michael Tene, mengatakan sementara ratusan pemadam kebakaran telah dikerahkan mengatasi api, namun masih diperlukan waktu barulah ada hasilnya.
“Kami sudah tentu mengirim sumber-sumber yang dibutuhkan, seperti bantuan tenaga dan peralatan untuk mengatasi api tersebut tapi kami juga harus memperhatikan situasi geografis permukaan tanah yang mungkin cukup sulit. Kebakaran ini terjadi di tengah-tengah hutan. Hal itu bisa merintangi upaya yang dilakukan,” kata Tene.
Barisan pemadam kebakaran dikirim kesana sebagaian karena permintaan para pihak berwenang di Singapura dan Malaysia, yang diselimuti kabut asap tebal akibat kebakaran itu.
Pemerintah Singapura mengatakan index polusi udara di sana telah mencapai level yang tidak sehat dan mengakibatkan berbagai kasus pernafasan, termasuk asma, yang meningkat secara signifikan.
Singapura juga menawarkan bantuan segera untuk menolong Indonesia menanggulangi kebakaran itu.
Banyak lahan kebakaran tersebut terjadi karena pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit atau tanaman lainnya.
Kebakaran itu terjadi sebelum pemerintah melaksanakan moratorium dua tahun bagi ijin baru untuk membersihkan lahan atau pengalihan lahan gambut.
Masalah kabut asap terjadi hampir setiap tahun dan seringkali terjadi sangat buruk sehingga banyak penerbangan di Malaysia dan Singapura dibatalkan, serta mengakibatkan ratusan orang sakit.
Pemerintah Indonesia melarang pembakaran hutan yang dilakukan untuk pembersihan lahan, namun sulit untuk menegakkan peraturan tersebut. Kelompok lingkungan hidup mengatakan pembersihan lahan dan pengalihan lahan gambut menghasilkan tingginya gas emisi rumah kaca.
