Presiden Jokowi direncanakan akan melakukan panen akbar padi di Merauke, meninjau proyek jaringan fiber optik, pembangunan sarana olahraga untuk Pekan Olahraga Nasional 2020 dan pembangunan jembatan Halltekamp di Jayapura. Selain itu, Jokowi juga dijadwalkan mengunjungi lapangan gas Tangguh di Bintuni dan kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) kampus Papua.
Meski kunjungan selama dua hari ini penuh dengan agenda pembangunan, Jokowi diharapkan tetap membawa pesan perdamaian bagi rakyat Papua.
Pelaksana tugas Ketua Kantor Komnas HAM Papua, Frits Ramadey dalam perbincangan dengan VOA menegaskan, faktor sejarah menjadikan Papua terus bergolak sampai sekarang. Pembangunan yang digerakkan Jokowi memang berdampak positif, tetapi tidak maksimal tanpa dukungan kebijakan politis.
“Pendekatan yang diambil Presiden adalah pendekatan yang tepat, tetapi sekali lagi persoalan ideologi itu tidak cukup didekati dari aspek pembangunan. Persoalan ideologi juga harus didekati dari aspek politik. Ingat bahwa Indonesia itu merdeka, 18 tahun kemudian itu baru Papua direbut menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,” jelas Frits Ramadey.
Masyarakat Papua, kata Frits sampai saat ini masih menilai tanggal 1 Mei sebagai pengambilalihan Papua oleh Indonesia. Karena itu, bulan Mei selalu diwarnai dengan aksi demonstrasi dan kekerasan di Papua. Aksi kekerasan inilah yang menjadikan isu pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua tidak pernah selesai, karena terus berulang.
“Kunjungan Presiden ke Papua ini harus diapresiasi. Sebagai sebuah kemauan, sebagai sebuah perhatian, terhadap masyarakat dan percepatan pembangunan di Papua. Tetapi jangan lupa, bahwa penyelesaian kasus-kasus di Papua, kasus-kasus kekerasan dan kasus pelanggaran HAM itu juga harus ditindaklanjuti,” lanjut Frits Ramadey.
Sementara, Koordinator Jaringan Damai Papua, Pendeta Neles Tebay kepada VOA mengatakan, Jokowi harus memberikan pesan yang jelas kepada Papua, bahwa dirinya akan menyelesaikan konflik dengan dialog damai.
Jokowi juga harus mendukung upaya dialog internal masyarakat Papua, untuk menyatukan visi mengenai semangat damai itu sendiri. Jaringan Damai Papua akan menjadi koordinator dialog internal masyarakat Papua ini ke depan.
“Kunjungan Presiden ke Papua mesti dengan satu kesadaran bahwa ada persoalan politik di Papua yang masih menuntut penyelesaiannya secara komprehensif. Pemerintah mestinya juga memberikan sinyal kepada masyarakat Papua, bahwa pemerintah betul-betul mau melakukan dialog dengan orang Papua," kata Neles Tebay.
"Yang perlu Presiden sampaikan kepada masyarakat Papua adalah bahwa Presiden sudah berkomitmen untuk menciptakan Papua sebagai tanah damai, dan karena itu mau menyelesaikan berbagai masalah di Papua lewat dialog damai," lanjutnya.
Kunjungan Jokowi ke Papua pada 8-9 Mei ini dibayangi aksi penangkapan para peserta demonstrasi pada 30 April dan 1 Mei lalu. Sebanyak 264 peserta demonstrasi yang mayoritas anak muda ditangkap di berbagai kota seperti Jayapura, Manokwari, Kaimana dan Merauke.
Pendeta Neles Tebay mengapresiasi kemauan aparat keamanan melepaskan para peserta demonstrasi ini sebelum kedatangan Jokowi. Tetapi dia mengingatkan, dialog harus tetap dilakukan agar aksi serupa tidak terjadi dan berujung kekerasan.