Keputusan Presiden Emmanuel Macron untuk bergabung bersama Amerika Serikat dan Inggris, melancarkan serangan terhadap rejim Suriah, menimbulkan berbagai macam reaksi di Perancis.
Hari Sabtu (14/4), Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Yves Le Drian menyebut tindakan militer bersama itu dapat dibenarkan, terbatas dan wajar dan mengatakan tujuannya telah tercapai.
“Sebagian besar senjata kimianya telah dihancurkan,” kata Le Drian kepada televisi BFMTV dalam wawancara, mengenai senjata kimia pemimpin Suriah Bashar al-Assad.
Hari Kamis, Macron mengatakan Perancis mempunyai bukti rejim Suriah menggunakan senjata kimia.
Keputusan Macron untuk berpartisipasi dalam tindakan militer itu sangat berbeda dari pendahulunya, Francois Hollande. Hollande juga mendorong serangan terhadap rejim Suriah setelah serangan senjata kimia. Tetapi ketika Amerika Serikat tidak bertindak, pada masa kepresidenan Barack Obama, militer Perancis juga tidak bertindak.
Hari Sabtu, para anggota parlemen berhaluan kiri jauh dan kanan jauh mengecam tajam keputusan Perancis untuk bergabung dengan Amerika dalam melancarkan serangan itu.
Pemimpin Front Nasional Marine Le Pen, yang kalah kepada Macron dalam pemilihan presiden tahun 2017, memperingatkan melalui Twitter, Perancis berisiko kehilangan statusnya sebagai “kekuatan independen” dan serangan itu dapat mengarah ke “konsekuensi yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan kemungkinan akan sangat besar.”
Politisi kiri jauh, Jean-Luc Melenchon mengutuk tindakan Perancis itu, dengan menyebutnya serangan "peningkatan perang yang tidak bertanggung jawab yang tidak didukung Eropa atau parlemen Perancis." Macron telah menjanjikan perdebatan parlemen mengenai serangan itu. [gp]