Rencana revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR, menurut Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga Surabaya, Herlambang Perdana Wiratraman, menjadi bukti bahwa anggota DPR tidak serius mendukung upaya pemberantasan korupsi.
Pada diskusi publik di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya dengan tema Menelusuri Peran dan Kinerja DPR dalam Pemberantasan Korupsi, Herlambang mengatakan bahwa rencana revisi UU KPK ini merupakan upaya melindungi kepentingan anggota DPR yang rawan terhadap perilaku korupsi.
“Ketika DPR RI hari ini justru mendorong revisi Undang-undang KPK saya justru merasapesimistis, mereka akan berjuang untuk gerakan anti korupsi. Saya justru melihat mereka sedang berupaya untuk melemahkan posisi KPK, dan melindungi kepentingan-kepentingan DPR sendiri, dan itu justru menciderai sistem demokrasi dan politik Indonesia,” kata Herlambang Perdana Wiratraman.
Mantan anggota DPR RI Ruhut Sitompul mengatakan, dugaan tidak adanya keseriusan anggota DPR dalam mendukung pemberantasan korupsi, sudah dapat dilihat dari munculnya rencana revisi UU KPK. Ruhut menyebut pelemahan peran KPK dalam pemberantasan korupsi, dapat dilihat salah satunya dari penyadapan yang harus mendapat izin dari pengadilan.
“Izin penyadapan itu kan celah untuk (pelemahan KPK), mesti minta izin pengadilan, kita belum tahu, bukan berburuk sangka, paniteranya bagaimana, atau apanya bagaimana, belum lagi bocor, disembunyikan itu semua. OTT (operasi tangkap tangan) itu sangat bagus, tapi KPK sekarang itu hebat, bukan hanya operasi tangkap tangan kok, yang lain juga dia bisa ungkapkan, contohnya apa, E-KTP itu kan tidak tangkap tangan tapi hebat loh,” kata Ruhut Sitompul.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, rencana revisi Undang-undang KPK sejauh ini masih berupa wacana, dan KPK secara tegas menolak upaya pelemahan KPK dalam pemberantasan korupsi.
“Wacana revisi, kita kan sudah tolak, apalagi dengan berbagai dukungan masyarakat kita yakin sebetulnya itu, kita harap revisi itu dibatalkan. Sejauh ini masih wacana dan kami yakin rasa-rasanya tidak akan terjadi revisi Undang-undang KPK itu,” kata Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK.
Tidak hanya anggota parlemen di tingkat pusat, anggota DPR di daerah juga dinilai rawan melakukan praktek korupsi. Pegiat Anti Korupsi dari Malang Corruption Watch, Zainudin Elzein mengatakan, perizinan di bidang pertambangan merupakan sektor yang rawan terhadap perilaku korupsi atau suap.
“Regulasi-regulasi pertambangan di Jawa Timur, itu hampir pasti tidak ada yang dilihat secara kritis oleh anggota parlemen, padahal tambang itu potensi suap izinnya sangat besar. Yang kedua, praktek kong kalikong, conflict of interest antara pemberi izin dengan pemohon izin itu sangat besar juga,” kata Zainudin Elzein. [pr/ab]