Jumlah korban terus bertambah menyusul serangkaian aksi terorisme di beberapa daerah, sementara polisi terus memburu para pelakunya. DPR akan meminta keterangan kepala Badan Intelijen Negara (BIN) terkait rentetan aksi terorisme di sejumlah daerah.
Komisi I DPR RI akan meminta keterangan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) terkait rentetan aksi teror di Jawa Timur hingga Pekanbaru, Riau. Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, saat ditemui di Solo, Kamis (17/5), mengatakan pemanggilan itu untuk mengetahui sejauh mana kinerja BIN dalam mendeteksi informasi sebelum terjadinya aksi terorisme tersebut. Menurut Kharis, kemampuan intelijen Indonesia selama ini dianggap lebih dari cukup.
"Saya belum tahu ini ada miss atau ketidaksinkronan di mana. Kenapa bisa terjadi rentetan aksi teror ledakan-ledakan di berbagai daerah. Kemampuan intelijen kita itu lebih dari cukup untuk bisa mengetahui mendeteksi ini semuanya. Nanti masuk masa sidang, ya pekan depan, kita akan merencanakan memanggil kepala BIN, Badan Intelijen Negara, menyampaikan seperti apa sih deteksi dini untuk informasi awal yang diberikan intelijen, kenapa bisa jadi seperti itu.apakah informasi awalnya tidak memadai, kurang valid, atau sudah memadai, valid, tetapi tidak ditindaklanjuti aparat keamanan," kata Abdul Kharis Almasyhari.
"Nanti semua akan terungkap dalam rapat dengan BIN itu, komisi I DPR RI. apakah BIN sudah memberi informasi dini pada user, aparat keamanan, untuk mencegah rentetan aksi terorisme itu, kalau belum memberi informasi ya berarti intelijen kecolongan," imbuhnya.
Lebih lanjut Kharis mengungkapkan revisi UU anti terorisme masih berada di tangan pansus dan secepatnya akan diproses. Kharis juga berharap rencana pemerintah membuat tim atau pasukan gabungan anti teror dari TNI menunggu hasil revisi UU antiterorisme yang sedang digodok pansus DPR.
Tarik ulur pembahasan RUU antiterorisme masih terus berlangsung. Hingga saat ini, masih berlangsung pembahasan alot mengenai definisi terorisme dan keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Pemerintah langsung merespon dengan berencana mengaktifkan tim anti teror pasukan gabungan berbagai matra TNI.
Selama ini, pemberantasan Terorisme dilakukan Densus 88 Anti Teror POLRI. Padahal berbagai Matra dan Kesatuan TNI memiliki tim antiteror, yaitu Satgultor 81 Kopassus TNI AD, Detasemen Jalamangkara Denjaka TNI AL, SatBravo 90 Paskhas TNI AU, dan Komando Operasi Khusus Gabungan KOOPSUSGAB TNI.
Sementara aksi terorisme di berbagai daerah masih terus terjadi, sejak akhir pekan lalu hingga saat ini sudah terjadi aksi teror di tiga gereja di Jawa Timur, penyerangan Markas Polrestabes Surabaya, hingga penyerangan di Markas kepolisian daerah di Riau.
Suasana duka masih menyelimuti keluarga korban aksi terorisme. Salah satu korban serangan gereja di Surabaya, Sri Pudji Astuti, dimakamkan di Solo, Selasa (15/5) lalu. Tangis pecah saat kakak kandung korban, Hadi Soenarjo, ditemui di lokasi pemakaman Bonoloyo, Solo. Hadi mengatakan adiknya nomor delapan itu selama ini tinggal di Surabaya dan keluarganya tak menyangka ia akan menjadi korban aksi teror bom.
“Kami dari keluarga tidak menyangka adik kami ini terkena dampak teror bom di Surabaya. Semua kami serahkan pada kehendak Tuhan. Kami ada sembilan bersaudara, adik saya ini nomor delapan dan saya sendiri nomor empat. Saya mendapat kabar, adik saya termasuk korban bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya, hari Minggu kemarin,” kata Hadi.
Sri Pudji Astuti menjadi salah satu korban serangan bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya, Jl. Arjuno, Surabaya, Minggu (13/5). Sri sempat dilarikan ke RSAL dr. Ramelan dan menjalani operasi pengangkatan serpihan bom di wajah dan badan. Namun, akhirnya, nyawanya tak bisa diselamatkan. [ys/ab]