Tim hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, mendatangi Mahkamah Konstitusi untuk mendaftarkan gugatan Pemilihan Presiden 2024. Mereka membawa ratusan berkas terkait yang dimuat di dalam empat kontainer berukuran sedang.
Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan dalam gugatan tersebut, pihaknya meminta diskualifikasi atas pasangan calon terpilih Pilpres 2024, yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka karena dinilai telah melanggar ketentuan hukum dan etika, di antaranya dengan merujuk hasil keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
MKMK dalam putusannya menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman sebagai ketua Mahkamah Konstitusi setelah terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim dalam pengambilan keputusan perkara Nomor 90/PUU/XXI/2023 tentang batas usia minimal calon presiden dan wakil calon presiden. Aturan tersebut yang akhirnya memudahkan jalan Gibran untuk maju menjadi cawapres.
Sementara sebelumnya DKPP menetapkan Ketua Komisi pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan beberapa anggota KPU telah melakukan pelanggaran etika dengan menerima pencalonan putra presiden Jokowi itu sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2024.
Selain itu kata Todung, pihaknya juga meminta pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara (TPS) di Indonesia serta meminta pembatalan putusan KPU yang menetapkan duet Prabowo-Gibran sebagai pemenang pada Pilpres 2024, mengalahkan pasangan lainnya yaitu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
“Kita saat ini berada di satu momen yang sangat menentukan ruang kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Kita mau membawa bangsa ini ke mana. Demokrasi itu penting, supremasi hukum itu penting, konstitusi itu penting, dan kita tidak ingin itu diinjak-injak, Kita tidak ingin itu dilanggar. Nah kita melihat asal muasal ini semua adalah nepotisme yang membuahkan abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan yang terkoordinasi,” ungkapnya.
Todung mengatakan hal krusial sebenarnya adalah ketika kekuasaan mengintervensi para pemilih melalui politisasi dana bansos, kriminalisasi terhadap kepala desa dan intervensi dengan mendikte pemilih untuk mencoblos pasangan calon yang ditentukan.
Menurut Todung, dokumen permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukannya cukup tebal, yakni berisi 151 halaman, dan itu belum termasuk berbagai bukti dan lampiran lainnya. Dia juga menyatakan bahwa pihaknya akan menyiapkan 30 saksi dan 10 ahli dalam perkara tersebut.
Sebelumnya tim hukum pasangan capres/cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar juga telah mendaftar gugatan yang sama ke MK.
Pakar hukum tata negara di Universitas Andalas, Charles Simabura, menilai langkah yang dilakukan kedua tim paslon itu merupakan langkah konstitusional yang harus dilakukan dan prosesnya harus dikawal bersama sehingga bisa membuka fakta-fakta sebenarnya termasuk fakta hukum.
Meskipun demikian ia meminta semua pihak menyadari risiko dan tantangannya karena MK telah memiliki pakem dalam menguji sengketa kecurangan pemilu seperti ini.
“Biasanya mahkamah akan selalu menguji berapa pergeseran suara secara kuantitatif akibat terjadinya pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis dan masif) itu. Namun demikian saya masih menaruh harapan agar misalnya MK juga masuk ke tahap, mungkin yang bersifat kualitatif, tidak hanya secara kuantitatif artinya betul-betul bisa menilai sebagai suatu proses yang panjang. Segala dalil-dalil kecurangan itu harus dinilai sebagai suatu rangkaian peristiwa,” kata Charles.
Sementara itu tim hukum pasangan Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan siap menghadapi gugatan sengketa hasil pemilu di MK.
“Dan karena kami di posisi sebagai pihak pemenang, maka kami menunggu sekiranya ada sengketa yang diajukan oleh kedua pasangan yang lain, ya kami akan mengajukan permohonan ke MK untuk diterima sebagai pihak terkait dalam perkara ini,” ujarnya. [fw/ah]
Forum