Malaysia dan Indonesia telah mengirim tim reaksi cepat untuk memerangi serangan yang meningkat terhadap kapal-kapal dagang di dua dari beberapa selat pelayaran terbesar di dunia.
Demikian diungkapkan Laksamana Maritim Zulkifli bin Abu Bakar, Direktur Divisi Penyelidikan Badan Pengawasan Maritim Malaysia.
Kelompok-kelompok keamanan dan anti-perompakan mengatakan, lebih dari 70 kapal telah diserang di selat Malaka dan Selat Singapura, di wilayah Barat Semenanjung Malaysia, tahun ini, jumlah tertinggi sejak tahun 2008, termasuk tujuh serangan akhir pekan lalu.
Indonesia dan Malaysia, bersama Singapura sebetulnya telah cukup lama mengkoordinasikan patroli polisi dan angkatan laut di Selat Malaka dan Laut China Selatan. Namun, usaha itu tidak membuahkan banyak kemajuan karena kurangnya sumberdaya keamanan dan banyaknya pulau-pulau dan pantai-pantai yang terkurung sehingga memudahkan para perompak menjalankan operasi mereka.
Banyak pakar pelayaran dan keamanan laut menyambut langkah baru ini namun meragukan apakah usaha itu akan berlangsung efektif.
Sebelumnya bulan ini, kapal berbendera Singapura, Joaquim, dibajak dan belakangan ditemukan tanpa muatan yang diangkutnya. Kapal itu mengangkut 3.500 ton minyak senilai 700 ribu dolar dan sedang berlayar menuju Pulau Langkawi, Malaysia.