Dalam pertemuan luar biasa para menteri dari negara-negara anggota Gerakan Nonblok yang berlangsung secara virtual, Selasa (22/6), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi meminta Gerakan Nonblok untuk mendukung pelaksanaan kembali negosiasi multilateral yang kredibel. Pasalnya, sudah lama sekali tidak ada perundingan damai yang substantif antara Palestina dan Israel.
Retno menekankan proses politik yang kredibel adalah satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya kembali kekerasan-kekerasan Israel.
Retno menambahkan dukungan Gerakan Nonblok terhadap pelaksanaan kembali negosiasi damai sangat penting artinya, melalui platform multilateral yang ada dan didasarkan pada penyelesaian dua negara dan sejalan dengan parameter yang telah disepakati secara internasional.
Negosiasi melalui platform multilateral adalah satu dari tiga usulan untuk isu Palestina yang diajukan Retno kepada Gerakan Nonblok.
Langkah lainnya, Gerakan Nonblok harus satu suara dalam mendukung kemerdekaan Palestina.
Menurut Retno, jumlah besar negara anggota Gerakan Nonblok merupakan sebuah kekuatan, sehingga suara Gerakan Nonblok akan diperhitungkan oleh dunia. Oleh karena itu, Gerakan Nonblok harus satu suara dalam mendukung status Palestina sebagai negara dan perjuangan warga Palestina mencapai kemerdekaan.
"Kita harus menegaskan kembali seruan kita kepada negara-negara anggota Gerakan Nonblok dan negara lainnya yang belum mengakui negara Palestina untuk segera memberikan pengakuan," kata Retno.
Selain itu, Gerakan Nonblok harus mencegah kebrutalan Israel yang terus berulang.
Seperti ide Indonesia dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan bangsa-Bangsa bulan lalu, lanjut Retno, Gerakan Nonblok perlu mengusulkan pembentukan kehadiran internasional (international presence) di Al-Quds guna memonitor dan memastikan keselamatan rakyat Palestina di wilayah pendudukan serta menjaga status Al-Haram Al-Sharif sebagai entitas terpisah yang menjadi situs suci tiga agama.
Pertemuan darurat para menteri luar negeri Gerakan Nonblok ini dilakukan atas inisiatif Indonesia. Pada pertemuan ini, Retno menyampaikan pula kebrutalan Israel sudah menjadi hal yang lazim. Hal tersebut akan terus berlangsung jika dunia tidak dapat menemukan solusi dari akar masalah, yaitu penghentian penjajahan Israel atas Palestina.
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi mengatakan isu Palestina sudah tidak begitu kuat lagi di kalangan negara-negara anggota Gerakan Nonblok.
"Karena sebagian dari negara-negara Gerakan Nonblok itu punya hubungan yang khusus dengan kekuatan negara-negara besar. Ini saya kira menjadikan atau menghambat suara kesatuan mereka dalam menyikapi Palestina," ujar Yon.
Berkaitan dengan pernyataan Menlu Retno yang meminta Gerakan Nonblok mengambil tiga langkah penting soal isu Palestina, Yon menilai, itu sekadar seruan moral yang tidak memiliki daya ikat bagi negara-negara lain untuk mematuhi seruan tersebut.
Yon menambahkan Gerakan Nonblok yang didirikan atas dasar prinsip anti-penjajahan sudah tidak seaktif dulu. Dia menambahkan gaung pertemuan darurat para menteri luar negeri Gerakan Nonblok tidak begitu kuat.
Lemahnya Gerakan Nonblok ini, lanjut Yon, karena mengalami krisis kepemimpinan. Sebab tidak ada lagi pemimpin menjadi ikon anti-kolonialisme, seperti Soekarno. Bahkan juga terjadi konflik antara beberapa negara anggota Nonblok, seperti India dan Pakistan.
Karena itu, Yon meminta negara-negara anggota Gerakan Nonblok untuk mengkaji kembali apakah masih relevan organisasi ini. Yang menjadi tantangan adalah Gerakan Nonblok harus bisa mewujudkan kemerdekaan Palestina. [fw/ft]