Lebih dari 3.000 orang terpaksa mengungsi untuk menghindari serangan udara dan pertempuran di Myanmar utara sejak akhir pekan lalu. Para aktivis mengatakan, Rabu (11/1), eksodus besar-besaran itu berlangsung menyusul usaha pemerintah menghalau para pemberontak dari posisi-posisi yang mereka kuasai.
Pemerintah Myanmar melarang seorang pejabat PBB mengunjungi kawasan itu, Selasa (10/1), dengan alasan adanya gelombang besar warga Myanmar yang melintasi perbatasan untuk memasuki China demi menghindari bentrokan kekerasan di Myanmar.
Pelapor Khusus PBB Yanghee Lee tiba di Myanmar, hari Minggu lalu, untuk kunjungan selama 12 hari. Ia tadinya dijadwalkan Selasa akan mengunjungi kamp-kamp pengungsi di Laiza, Kachin, serta markas besar Tentara Kemerdekaan Kachin.
Pejabat perempuan itu tadinya juga dijadwalkan akan mengunjungi negara bagian Rakhine, yang menjadi rumah bagi sekitar satu juta Muslim Rohingya yang menghadapi diskriminasi di negara yang mayoritas penduduknya menganut ajaran Buddha.
Para aktivis mengatakan, kerusuhan di negara bagian Kachin, di mana kelompok-kelompok pemberontak telah puluhan tahun menuntut otonomi yang lebih besar, adalah salah satu konflik di Myanmar yang menjadi sorotan internasional.
Militer Myanmar, menurut mereka, kini juga menjadi sorotan karena dituduh melakukan pelanggaran HAM terhadap kelompok minoritas Muslim Rohingya di Rakhine. [ab/as]