Tautan-tautan Akses

Ribuan Orang Terus Berunjuk Rasa di Berbagai Kota di AS


Unjuk rasa solidaritas di Jembatan Brooklyn, New York, menyerukan keadilan atas kematian George Floyd Senin, 1 Juni 2020.
Unjuk rasa solidaritas di Jembatan Brooklyn, New York, menyerukan keadilan atas kematian George Floyd Senin, 1 Juni 2020.

Berbagai protes berlanjut Selasa malam (2/6) di kota-kota di berbagai penjuru AS, sementara orang-orang terus melampiaskan kemarahan dan frustrasi setelah kematian George Floyd dalam tahanan polisi.

Para demonstran menentang peraturan jam malam di beberapa daerah, termasuk di Kota New York, di mana ratusan orang tetap berada di Jembatan Brooklyn hingga tengah malam setelah berpawai dari Brooklyn namun kemudian mendapati jalan menuju Manhattan diblokir polisi.

Di Atlanta, polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan ratusan orang yang tetap berkumpul setelah jam malam mulai berlaku pukul 21 di kota itu.

Polisi terlihat menahan orang-orang di kedua kota itu. Kantor berita Associated Press menyebut polisi telah menangkap sedikitnya 9.300 orang di berbagai penjuru Amerika selama sepekan ini.


Ratusan orang masih bertahan di Taman Lafayette Square di seberang Gedung Putih setelah jam malam berlaku. Situasi di sana jauh lebih tenang dibandingkan dengan sehari sebelumnya, sewaktu polisi dengan agresif mendesak keluar massa yang sebagian besar damai guna memberi jalan bagi Presiden Donald Trump untuk tampil di depan gereja St. John.

Demonstran yang berkumpul di taman itu hari Selasa (2/6) meneriakkan slogan “Black lives matter” atau nyawa orang kulit hitam berharga, “Jangan tembak,” dan “Cukup sudah.”

Mereka menghadapi pagar besi tinggi yang dipasang untuk meningkatkan keamanan di daerah tersebut. Beberapa kilometer dari sana, para anggota Garda Nasional berdiri tersebar di anak-anak tangga Monumen Lincoln, lokasi wisata popular di mana ikon hak-hak sipil Martin Luther King Jr menyampaikan pidato terkenalnya, “I Have a Dream” pada tahun 1963.

Ribuan demonstran juga muncul hari Selasa malam (2/6) di Los Angeles. Wali kota Eric Garcetti tampak berlutut bersama dengan polisi, suatu unjuk solidaritas dengan demonstran. Ribuan lainnya kemudian berkumpul di kediaman resmi Garcetti untuk menyerukan pengurangan besar-besaran anggaran kepolisian dan agar ia memecat kepala kepolisian kota itu.

Protes-protes lainnya berlangsung di Miami, Houston, Orlando, New Orleans dan Seattle.

Demonstrasi dimulai lebih dari sepekan silam di Minneapolis, di mana Floyd, lelaki kulit hitam berusia 46 tahun tewas setelah seorang polisi kulit putih selama beberapa menit menindihkan lututnya ke leher Floyd yang terbaring telungkup di jalan.

Negara bagian Minnesota hari Selasa (2/6) menyatakan mengajukan pengaduan pelanggaran hak asasi yang dilakukan Departemen Kepolisian Minneapolis dan memulai penyelidikan mengenai apakah departemen itu telah “terlibat dalam praktik-praktik diskriminatif yang sistemik.”

Polisi yang menahan Floyd, Derek Chauvin, dipecat dan telah didakwa dengan pasal-pasal pembunuhan tidak berencana dan kelalaian yang mengakibatkan kematian seseorang. Tiga polisi lainnya yang berada di lokasi kejadian juga dipecat.

Sekjen PBB, Antonio Guterres. (Foto: dok).
Sekjen PBB, Antonio Guterres. (Foto: dok).

Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan ia sangat sedih melihat kekerasan di jalan-jalan di New York, kota tempat markas besar PBB berada. Kota ini adalah satu dari banyak tempat di mana protes sebagian besar berlangsung damai, tetapi pada malam hari sebagian orang menghantam kaca-kaca jendela, menyulut kebakaran dan menjarah toko.

“Keluhan harus didengar, tetapi harus dinyatakan secara damai – dan pihak berwenang harus menahan diri dalam menanggapi demonstrasi,” kata Guterres. “Rasisme adalah hal menjijikkan yang harus kita tolak. Para pemimpin di semua kalangan masyarakat harus mengupayakan kohesi sosial sehingga semua kelompok merasa dihargai. Ini artinya mengatasi masalah ketidaksetaraan dan diskriminasi, memperkuat dukungan bagi kelompok paling rentan dan memberi kesempatan kepada semua orang,” lanjutnya.

Paus Fransiskus menyampaikan berkatnya dari jendela studionya yang menghadap Lapangan Santo Petrus yang kosong, saat diberlakukannya lockdown akibat pandemi corona di Vatikan, Minggu, 26 April 2020. (Foto AP / Andrew Medichini)
Paus Fransiskus menyampaikan berkatnya dari jendela studionya yang menghadap Lapangan Santo Petrus yang kosong, saat diberlakukannya lockdown akibat pandemi corona di Vatikan, Minggu, 26 April 2020. (Foto AP / Andrew Medichini)

Paus Fransiskus, Rabu (3/6) menyatakan keprihatinan atas apa yang ia sebut “kerusuhan yang merisaukan” di AS. “Kita tidak dapat mentolerir atau menutup mata atas rasisme dan pengucilan dalam bentuk apapun dan kemudian mengklaim membela kesucian setiap nyawa manusia,” katanya. Ia lebih jauh mendoakan Floyd dan “semua lainnya yang kehilangan nyawa mereka akibat dosa rasisme.”

Jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dirilis Selasa menunjukkan 64 persen orang dewasa di AS “bersimpati pada orang-orang yang berunjuk rasa sekarang ini,” dibandingkan dengan 27 persen yang tidak bersimpati.

Jajak pendapat yang sama menunjukkan 55 persen responden tidak menyetujui cara Trump menangani situasi, sementara sepertiga responden menyatakan menyetujuinya.

Trump mengatakan ia mendukung semua demonstran damai sambil mengeluarkan banyak cuitan mengenai penggunaan kekuatan untuk mempertahankan kedamaian di kota-kota di AS. [uh/ab]

XS
SM
MD
LG