JAKARTA —
Setiap tahunnya, pada 5 Juni diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Khusus untuk tahun 2013, tema yang diangkat oleh Badan PBB untuk Program Lingkungan (UNEP) adalah "Think.Eat.Save."
Terkait hari Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup dengan instansi Pemerintah lainnya menyepakati peluncuran kerangka kerja 10 tahun pola konsumsi dan produksi berkelanjutan di Indonesia.
Deputy 7 bidang pembinaan tekhnis sarana lingkungan dan peningkatan kapasitas Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Henry Bastaman kepada VOA menjelaskan bahwa Indonesia berkomitmen menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan dalam konsumsi dan produksi ke dalam seluruh kebijakan pembangunan
"Pak Menteri dengan berrbagai sektor terkait seperti Bappenas, kementerian Perindustrian dan lainnya itu melaunching kerangka kerja 10 tahun pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Jadi bagaimana Indonesia berkomitmen untuk menerapkan secara kongkrit prinsip-prinsip berkelanjutan dalam konsumsi dan produksi ke dalam seluruh kebijakan pembangunan," jelas Henry Bastaman.
Menurut Henry Bastaman, Kementerian Lingkungan Hidup saat ini tengah mengembangkan beberapa kriteria ramah lingkungan, agar dipatuhi oleh industri makanan termasuk terhadap rumah makan.
"Kita sekarang sedang mengembangkan dengan berbagai pihak yang terkait dengan produsen makanan, untuk bisa mengembangkan kriteria-kriteria apa yang harus dipenuhi produsen makanan sehingga mereka bisa memenuhi kriteria yang ramah lingkungan," ungkap Henry Bastaman. "Kita bersama Kamar Dagang Indonesia (KADIN) tengah duduk bersama memetakan itu. Diharapkan ini bisa masuk dalam kebijakan pembangunan pemerintah," tambahnya.
Sementara itu, Asisten Deputy Pengelolaan Sampah Kementrian Lingkungan Hidup Sudirman menjelaskan, kementrian lingkungan hidup sejak 2012 lalu sudah menerapkan aturan ketat soal pengelolaan sampah makanan dari hotel, rumah makan dan perkantoran.
"Kan kita ada program namanya 'proper' untuk hotel. Jadi sisa makanan dari hotel itu kita tanyakan bagaimana tindak lanjutnya. Selain hotel adalah restaurant, perkantoran, kita fokus yang besar-besar dulu. Ini harus dipatuhi. Bisa kena sanksi kalau ga dipatuhi. Ini sejak 2012 lalu," jelas Sudirman.
Ketua Asosiasi Persampahan Indonesia Sri Bebasari kepada VOA menjelaskan pemerintah perlu mengedepankan pendekatan hukum dalam mengurus masalah ini.
"Sampah keseluruhan di Indonesia ini, 'kan pendekatannya selama ini hanyalah pendekatan tekhnologi. Sebetulnya ada lima aspek penting yaitu hukum, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya dan aspek tekhnologi. Peraturan yang dibuat harus mendetail. Baik itu peraturan menteri atau peraturan daerah termasuk peraturan pengelolaan sampah makanan," kata Sri Bebasari.
"Kita sekarang sudah punya Undang-Undang no 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Lalu tahun 2012 sudah ada turunannya melalui peraturan pemerintah. Tapi turunannya masih belum lengkap. Khususnya peraturan menteri terkait, seperti perdagangan, industri dan lain-lain. Jadi orang ga bisa sadar langsung tanpa ada pendekatan hukum (terlebih) dahulu," lanjut Sri.
Masalah limbah makanan adalah masalah yang terjadi di seluruh negara, baik negara maju, negara industri maupun negara berkembang. Dari data Kementrian Lingkungan Hidup konsumsi masyarakat dalam kurun waktu sebulan sekali, mengkonsumsi ayam mencapai 91 persen, ini lebih besar dibandingkan konsumsi daging merah yang hanya 77 persen. Sementara itu dalam mengkonsumsi produk yang dihasilkan daerahnya sendiri berupa umbi-umbian lokal tercatat 36,4 persen. Sisa sampah organik terutama makanan hanya 2,2 persen yang dikomposkan, selebihnya dibuang dan menjadi beban lingkungan yang terus bertambah.
Data dari Badan PBB untuk Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyebut, sekitar 1,3 miliar ton makanan terbuang percuma tiap tahunnya. Jumlah ini sama dengan seluruh makanan yang diproduksi di wilayah Sub-Sahara Afrika. Angka ironis lainnya dari data itu adalah, satu dari tujuh orang di dunia tidur dalam kondisi lapar. Lebih dari 20.000 anak di bawah usia lima tahun, meninggal karena kelaparan.
Terkait hari Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup dengan instansi Pemerintah lainnya menyepakati peluncuran kerangka kerja 10 tahun pola konsumsi dan produksi berkelanjutan di Indonesia.
Deputy 7 bidang pembinaan tekhnis sarana lingkungan dan peningkatan kapasitas Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Henry Bastaman kepada VOA menjelaskan bahwa Indonesia berkomitmen menerapkan prinsip-prinsip berkelanjutan dalam konsumsi dan produksi ke dalam seluruh kebijakan pembangunan
"Pak Menteri dengan berrbagai sektor terkait seperti Bappenas, kementerian Perindustrian dan lainnya itu melaunching kerangka kerja 10 tahun pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Jadi bagaimana Indonesia berkomitmen untuk menerapkan secara kongkrit prinsip-prinsip berkelanjutan dalam konsumsi dan produksi ke dalam seluruh kebijakan pembangunan," jelas Henry Bastaman.
Menurut Henry Bastaman, Kementerian Lingkungan Hidup saat ini tengah mengembangkan beberapa kriteria ramah lingkungan, agar dipatuhi oleh industri makanan termasuk terhadap rumah makan.
"Kita sekarang sedang mengembangkan dengan berbagai pihak yang terkait dengan produsen makanan, untuk bisa mengembangkan kriteria-kriteria apa yang harus dipenuhi produsen makanan sehingga mereka bisa memenuhi kriteria yang ramah lingkungan," ungkap Henry Bastaman. "Kita bersama Kamar Dagang Indonesia (KADIN) tengah duduk bersama memetakan itu. Diharapkan ini bisa masuk dalam kebijakan pembangunan pemerintah," tambahnya.
Sementara itu, Asisten Deputy Pengelolaan Sampah Kementrian Lingkungan Hidup Sudirman menjelaskan, kementrian lingkungan hidup sejak 2012 lalu sudah menerapkan aturan ketat soal pengelolaan sampah makanan dari hotel, rumah makan dan perkantoran.
"Kan kita ada program namanya 'proper' untuk hotel. Jadi sisa makanan dari hotel itu kita tanyakan bagaimana tindak lanjutnya. Selain hotel adalah restaurant, perkantoran, kita fokus yang besar-besar dulu. Ini harus dipatuhi. Bisa kena sanksi kalau ga dipatuhi. Ini sejak 2012 lalu," jelas Sudirman.
Ketua Asosiasi Persampahan Indonesia Sri Bebasari kepada VOA menjelaskan pemerintah perlu mengedepankan pendekatan hukum dalam mengurus masalah ini.
"Sampah keseluruhan di Indonesia ini, 'kan pendekatannya selama ini hanyalah pendekatan tekhnologi. Sebetulnya ada lima aspek penting yaitu hukum, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya dan aspek tekhnologi. Peraturan yang dibuat harus mendetail. Baik itu peraturan menteri atau peraturan daerah termasuk peraturan pengelolaan sampah makanan," kata Sri Bebasari.
"Kita sekarang sudah punya Undang-Undang no 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Lalu tahun 2012 sudah ada turunannya melalui peraturan pemerintah. Tapi turunannya masih belum lengkap. Khususnya peraturan menteri terkait, seperti perdagangan, industri dan lain-lain. Jadi orang ga bisa sadar langsung tanpa ada pendekatan hukum (terlebih) dahulu," lanjut Sri.
Masalah limbah makanan adalah masalah yang terjadi di seluruh negara, baik negara maju, negara industri maupun negara berkembang. Dari data Kementrian Lingkungan Hidup konsumsi masyarakat dalam kurun waktu sebulan sekali, mengkonsumsi ayam mencapai 91 persen, ini lebih besar dibandingkan konsumsi daging merah yang hanya 77 persen. Sementara itu dalam mengkonsumsi produk yang dihasilkan daerahnya sendiri berupa umbi-umbian lokal tercatat 36,4 persen. Sisa sampah organik terutama makanan hanya 2,2 persen yang dikomposkan, selebihnya dibuang dan menjadi beban lingkungan yang terus bertambah.
Data dari Badan PBB untuk Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyebut, sekitar 1,3 miliar ton makanan terbuang percuma tiap tahunnya. Jumlah ini sama dengan seluruh makanan yang diproduksi di wilayah Sub-Sahara Afrika. Angka ironis lainnya dari data itu adalah, satu dari tujuh orang di dunia tidur dalam kondisi lapar. Lebih dari 20.000 anak di bawah usia lima tahun, meninggal karena kelaparan.