Tujuh puluh juta orang, atau 1 persen dari populasi dunia, menderita autis, suatu kelainan syaraf yang mempengaruhi kemampuan mereka berinteraksi dengan orang lain dan mengurus diri sendiri. Meskipun pengobatan sudah tersedia di negara-negara maju, banyak aktivis menyatakan prospek penderita autis yang parah itu suram.
Mereka yang mengalami autis ringan dapat lebih berhasil berbaur di tengah masyarakat. Namun, yang dialami Kevin Gibson, seorang penderita autis, ini berbeda.
Gibson justru senang tinggal di apartemennya sendiri. “Senang sekali dapat hidup mandiri,” ujarnya.
Ini suatu hal yang jarang dicapai seorang penderita autis, gangguan perkembangan yang dapat menyebabkan kesulitan berkomunikasi serta canggung dalam bersosialisasi.
Tetapi setiap pagi, Kevin dapat mengenakan baju sendiri, menyiapkan bekal makan siangnya serta berjalan menuju kantor biro hukum tempat kerjanya.
Martin Geissler, salah seorang pendiri MG-IP, kantor tempat Gibson bekerja, menuturkan, “Ia adalah salah seorang pegawai kami yang amat cermat. Ia bangga dengan pekerjaannya.”
Geissler menambahkan, “Kami mencari seseorang untuk bekerja di ruang dokumentasi yang akan bertahan hingga beberapa tahun, bukan seseorang yang bekerja selama 6 bulan. Kevin, cocok bekerja di sana. Ia mengirim biodatanya. Kami menerima lebih dari 130 biodata dalam 24 jam pertama. Jadi dari semuanya itu, kami memilih Kevin.”
Para difabel dewasa – mulai dari penyandang autis seperti Kevin, hingga tunanetra dan lumpuh sebagian – kerap mengalami kesulitan di pasar kerja, tetapi pemerintah setempat dan kelompok-kelompok layanan sosial menawarkan bantuan untuk mencari pekerjaan bagi mereka.
Lauren Goldschmidt, pelatih Kevin Gibson di dunia kerja, memaparkan, “Perhatian Kevin terhadap detail dan keterampilan mengorganisasi baik sekali. Ia sangat cermat dalam melakukan apapun yang ditugaskan.
Goldschmidt bekerja bagi ServiceSource, organisasi lokal yang mempertemukan pencari kerja yang difabel dan perusahaan yang mencari pegawai. Ia mengatakan langkah pertama bagi pelatihan kerja adalah mengenali orang-orang yang mereka bantu.
Orang-orang muda dengan kelainan fisik dan perkembangan mental menerima dukungan di sekolah.
Ibu Kevin Gibson, Mary Lou Nuget, mengatakan anaknya mengikuti program khusus pra-sekolah yang menyediakan terapi wicara dan fisik serta pelatihan keterampilan berkomunikasi. Ayah Kevin, Fred Gibson, mengatakan bangga dengan apa yang telah dicapai anaknya itu. Menurutnya, fakta bahwa sang anak menderita autistik bukan berarti ia tidak cerdas. Anaknya, lanjut Fred Gibson, memiliki keingintahuan yang kuat dan tertarik pada dunia di sekitarnya.
Berkat diagnosis dan perawatan dini – layanan-layanan yang masih belum tersedia di banyak negara lain – Kevin Gibson dapat mencapai mimpi-mimpinya.
Mereka yang mengalami autis ringan dapat lebih berhasil berbaur di tengah masyarakat. Namun, yang dialami Kevin Gibson, seorang penderita autis, ini berbeda.
Gibson justru senang tinggal di apartemennya sendiri. “Senang sekali dapat hidup mandiri,” ujarnya.
Ini suatu hal yang jarang dicapai seorang penderita autis, gangguan perkembangan yang dapat menyebabkan kesulitan berkomunikasi serta canggung dalam bersosialisasi.
Tetapi setiap pagi, Kevin dapat mengenakan baju sendiri, menyiapkan bekal makan siangnya serta berjalan menuju kantor biro hukum tempat kerjanya.
Martin Geissler, salah seorang pendiri MG-IP, kantor tempat Gibson bekerja, menuturkan, “Ia adalah salah seorang pegawai kami yang amat cermat. Ia bangga dengan pekerjaannya.”
Geissler menambahkan, “Kami mencari seseorang untuk bekerja di ruang dokumentasi yang akan bertahan hingga beberapa tahun, bukan seseorang yang bekerja selama 6 bulan. Kevin, cocok bekerja di sana. Ia mengirim biodatanya. Kami menerima lebih dari 130 biodata dalam 24 jam pertama. Jadi dari semuanya itu, kami memilih Kevin.”
Para difabel dewasa – mulai dari penyandang autis seperti Kevin, hingga tunanetra dan lumpuh sebagian – kerap mengalami kesulitan di pasar kerja, tetapi pemerintah setempat dan kelompok-kelompok layanan sosial menawarkan bantuan untuk mencari pekerjaan bagi mereka.
Lauren Goldschmidt, pelatih Kevin Gibson di dunia kerja, memaparkan, “Perhatian Kevin terhadap detail dan keterampilan mengorganisasi baik sekali. Ia sangat cermat dalam melakukan apapun yang ditugaskan.
Goldschmidt bekerja bagi ServiceSource, organisasi lokal yang mempertemukan pencari kerja yang difabel dan perusahaan yang mencari pegawai. Ia mengatakan langkah pertama bagi pelatihan kerja adalah mengenali orang-orang yang mereka bantu.
Orang-orang muda dengan kelainan fisik dan perkembangan mental menerima dukungan di sekolah.
Ibu Kevin Gibson, Mary Lou Nuget, mengatakan anaknya mengikuti program khusus pra-sekolah yang menyediakan terapi wicara dan fisik serta pelatihan keterampilan berkomunikasi. Ayah Kevin, Fred Gibson, mengatakan bangga dengan apa yang telah dicapai anaknya itu. Menurutnya, fakta bahwa sang anak menderita autistik bukan berarti ia tidak cerdas. Anaknya, lanjut Fred Gibson, memiliki keingintahuan yang kuat dan tertarik pada dunia di sekitarnya.
Berkat diagnosis dan perawatan dini – layanan-layanan yang masih belum tersedia di banyak negara lain – Kevin Gibson dapat mencapai mimpi-mimpinya.