Siang bermatahari cerah dengan suhu 20 derajat Celsius memang kondisi yang pas untuk pengambilan gambar "Terjebak Nostalgia," film perdana penyanyi Raisa Andriana yang juga dibintangi Chicco Jerikho dan Maruli Tampubolon.
Di sela syuting hari pertama yang berlokasi di Queens, kota New York, tim VOA berkesempatan ngobrol dengan para pemain dan kru yang merupakan gabungan antara sineas Indonesia dan Amerika. Bagi Raisa, film ini merupakan wujud apresiasi dan kecintaannya pada seni. Namun diakui, dunia akting merupakan sesuatu yang baru dan tidak mudah. "Gonta-ganti dari satu scene ke scene lain lumayan sulit, apalagi adegan sedih. Untuk menjiwai biasanya saya membayangkan lagu sedih, karena sebenarnya saya termasuk suka gampang nangis kalau nonton film mengharukan," ujar penyanyi yang baru menerima APM Award di Indonesia ini.
Tim dari Indonesia, yang baru saja mendarat semalam sebelumnya setelah menempuh perjalanan 26 jam dari Indonesia, mengaku justru bersemangat saat syuting dimulai jam 5 pagi. "Kru yang dari Amerika masih pada ngantuk padahal kita segar. Tapi begitu jam 12 siang mulai deh terasa (lelahnya)," ujar Raisa, yang dalam film ini memerankan karakter yang juga bernama Raisa. Tapi para pemain antusias karena baru pertama kalinya bisa bekerja di Amerika. "Rasanya excited bisa syuting di Times Square, yang selama ini biasanya hanya melihat di film-film," ujar Chicco Jerikho, yang sebelumnya khusus mengambil kursus masak untuk mendalami perannya sebagai seorang juru masak .
Selain karena hal yang baru, bekerja sama dengan kru Amerika juga memberi pengalaman positif. "Saya senang karena bisa banyak belajar dari orang-orang di sini. Misalnya harus tepat waktu, bekerja dengan lebih teratur," ujar Raisa. Hal senada juga diungkapkan Maruli Tampubolon, yang dalam film berperan sebagai pria yang juga jatuh cinta pada karakter Raisa. "Senang rasanya bekerja di sekitar orang-orang yang profesional, di mana kita bisa menyerap energi positif mereka," kata penyanyi yang menyumbangkan talentanya untuk soundtrack film. Sedangkan kru Amerika pun menghargai persiapan oleh tim Indonesia. "Dari sekian banyak kru asing yang pernah bekerjasama dengan saya, kru ini adalah kru yang paling professional," puji JB Bruno, produser teknis tim Amerika, yang pernah bekerja sama antara lain dengan kru film dari India dan Taiwan.
Persiapan film memakan waktu cukup lama, lebih dari setahun, karena produser ingin menggunakan jalur-jalur yang benar. Selain mengurus visa khusus untuk pekerja seni internasional, tim "Terjebak Nostalgia" juga memastikan adanya perijinan resmi dari kota New York. Film inipun berhasil mendapatkan ijin memblok Times Square, jantung kota New York yang merupakan salah satu kawasan wisata teramai di dunia, selama 12 jam di hari kedua pengambilan gambar. "Mengapa New York? Karena kami ingin memajukan industri film Indonesia, dengan cara membuktikan bahwa kita bisa membuat karya sebagus film-film Amerika. Merupakan kebanggaan bisa memproduksi film Indonesia di New York dengan jalur birokrasi yang benar," papar sutradara Rako Prijanto.
Tambahnya, ijin resmi dari kota juga akan membantu saat film berusaha untuk dimasukkan dalam festival skala internasional. Diharapkan, proses yang dilalui "Terjebak Nostalgia" bisa menjadi preseden positif untuk para sineas Indonesia lainnya, yang punya aspirasi membuat film di Amerika.