Sekjen PBB menyambut baik kesepakatan yang dicapai hari Senin (17/9) antara Presiden Rusia dan Presiden Turki untuk menciptakan zona penyangga demiliterisasi di wilayah Idlib, Suriah. Pernyataan Sekjen PBB mengatakan bahwa kesepakatan itu akan "mencegah" operasi militer berskala penuh dan meringankan penderitaan sekitar tiga juta warga sipil.
"Sekjen PBB menghimbau semua pihak di Suriah untuk bekerja sama dalam melaksanakan perjanjian itu dan memastikan akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan di semua bidang lewat jalur sesingkat mungkin," kata juru bicara António Gutteres dalam sebuah pernyataan, Selasa (18/9).
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan Senin sepakat untuk membuat zona 15 hingga 20 kilometer di dalam zona yang sudah menjadi zona de-eskalasi.
Putin mengatakan pasukan Rusia dan Turki akan memberlakukan zona demiliterisasi, yang hendak menyingkirkan senjata berat pemberontak dan "menarik mundur semua pejuang radikal" dari Idlib, termasuk Front teroris al-Nusra, pada pertengahan Oktober.
PBB sudah menyampaikan peringatan mengenai Idlib selama berminggu-minggu, memperingatkan terjadinya bencana kemanusiaan jika pemerintah Suriah melanjutkan rencananya untuk membersihkan kubu pertahanan terahir para pemberontak. PBB memperkirakan sekitar 15.000 pejuang berada di antara penduduk sipil.
Lebih dari satu juta penduduk Idlib mengungsi dari bagian lain Suriah dan menyelamatkan diri di zona de-eskalasi. Turki, yang sudah menampung lebih dari 3 juta pengungsi Suriah, khawatir akan ada eksodus besar-besaran ke wilayahnya jika Idlib diserang.
"Tentu saja, semua orang, terutama 3 juta warga sipil di Idlib, ingin tahu berapa lama perjanjian ini akan bertahan," kata pimpinan badan kemanusiaan PBB Mark Lowcock kepada wartawan.
"Apakah ini hanya pengaturan sementara atau bisakah menjadi dasar di mana ancaman serangan militer besar-besaran terhadap Idlib dihentikan secara permanen?," ujarnya. (my)