Hidangan buka puasa di Sacramento Area League of Associated Muslims Center (SALAM Center) hari Jumat minggu lalu berbeda dari biasanya. Tidak ada aneka masakan etnis, tetapi berbagai menu Amerika, termasuk bola-bola daging sapi dan kambing dengan saus pasta dan cup cake. Namun, yang membuatnya berbeda, hidangan itu adalah hasil masakan anak-anak sekolah minggu dan sumbangan jemaat Gereja First Covenant. Semuanya halal.
Irfan Haq, salah seorang pengelola acara berbuka di masjid itu mengatakan bahwa itu adalah pertama kali sebuah gereja di wilayahnya menyiapkan hidangan berbuka. Ia menambahkan, para anggota jemaat gereja yang hadir itu bahkan juga ikut berbuka.
Sementara itu, di Cordoba, Tennessee, tidak jauh dari Memphis, Steve Stone, pendeta di Gereja Heartsong tahun lalu mengundang komunitas Muslim untuk melaksanakan shalat tarawih di gerejanya, ketika Memphis Islamic Center belum selesai dibangun.
Di negara bagian Virginia, hal serupa juga nampak di sinagoga Beth Chaverim Reform dan Northern Virginia Hebrew Conggregation di Ashburn, serta beberapa sinagoga lainnya di Sterling yang bahkan sudah melakukannya sejak beberapa tahun terakhir, seiring bertambahnya jumlah komunitas Muslim di wilayah ini.
Kesediaan gereja dan sinagoga untuk membuka diri terhadap rekan-rekan Muslim Amerika ini bukan saja menciptakan kerukunan beragama, tetapi juga persahabatan yang terus terbina sampai sekarang.
Jemaat Gereja Heartsong dan komunitas Islam Memphis, misalnya, sebulan sekali berkumpul untuk membantu tuna wisma di daerah mereka. Imam All Dulles Area Muslim Society, Mohamed Magid, kerap berceramah pada acara Jumat Shabat di muka jemaat sinagoga Beth Chaverim Reform, dan Rabi Robert Nosanchuck berbicara pada acara shalat Jumat.
Kepala Gereja First Covenant, Mark Shetler, bahkan menuturkan bahwa ia ingin mengajarkan tentang kesamaan antara Injil dan Al-Qur’an kepada jemaatnya untuk mengatasi perpecahan yang sangat parah saat ini antara masyarakat Barat dengan dunia Arab.
Pada tingkat yang lebih tinggi upaya untuk memahami Ramadan juga nampak jelas. Gedung Putih dan berbagai lembaga pemerintahan lainnya, seperti Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri, sejak beberapa tahun terakhir ini mengadakan acara buka puasa bersama.
Menurut Saleh Williams, Koordinator Program pada Assosiasi Staf Muslim Kongres, meskipun bersifat simbolik, acara berbuka itu menunjukkan adanya keinginan kuat untuk memahami Ramadan.
Ia mengatakan, “Khususnya sejak insiden 11 September, ada kemauan besar untuk mendekati komunitas Muslim Amerika, berupaya memahami dan mengakui isu-isu yang dihadapi mereka: sosial, ekonomi, dan politik,”
Meski pemberitaan yang kurang berimbang mengenai Islam masih kerap terdengar, saling keterbukaan ini bukan saja lebih memudahkan pemahaman Ramadan, tetapi juga bisa menepis pandangan keliru tentang Islam, seperti yang dikatakan Hassan Hatim, mahasiswa Muslim di Universitas Washington.
“Dunia Barat adalah tempat terbaik untuk mengubah pandangan apa pun, baik atau buruk. Di sini ada berbagai sumber informasi serta dukungan, dan orang Barat terbuka untuk mendengar. Apa yang kita lakukan di sini akan bergema ke seluruh dunia. Itulah tanggung jawab kita,” ujar Hatim.
Irfan Haq, salah seorang pengelola acara berbuka di masjid itu mengatakan bahwa itu adalah pertama kali sebuah gereja di wilayahnya menyiapkan hidangan berbuka. Ia menambahkan, para anggota jemaat gereja yang hadir itu bahkan juga ikut berbuka.
Sementara itu, di Cordoba, Tennessee, tidak jauh dari Memphis, Steve Stone, pendeta di Gereja Heartsong tahun lalu mengundang komunitas Muslim untuk melaksanakan shalat tarawih di gerejanya, ketika Memphis Islamic Center belum selesai dibangun.
Di negara bagian Virginia, hal serupa juga nampak di sinagoga Beth Chaverim Reform dan Northern Virginia Hebrew Conggregation di Ashburn, serta beberapa sinagoga lainnya di Sterling yang bahkan sudah melakukannya sejak beberapa tahun terakhir, seiring bertambahnya jumlah komunitas Muslim di wilayah ini.
Kesediaan gereja dan sinagoga untuk membuka diri terhadap rekan-rekan Muslim Amerika ini bukan saja menciptakan kerukunan beragama, tetapi juga persahabatan yang terus terbina sampai sekarang.
Jemaat Gereja Heartsong dan komunitas Islam Memphis, misalnya, sebulan sekali berkumpul untuk membantu tuna wisma di daerah mereka. Imam All Dulles Area Muslim Society, Mohamed Magid, kerap berceramah pada acara Jumat Shabat di muka jemaat sinagoga Beth Chaverim Reform, dan Rabi Robert Nosanchuck berbicara pada acara shalat Jumat.
Kepala Gereja First Covenant, Mark Shetler, bahkan menuturkan bahwa ia ingin mengajarkan tentang kesamaan antara Injil dan Al-Qur’an kepada jemaatnya untuk mengatasi perpecahan yang sangat parah saat ini antara masyarakat Barat dengan dunia Arab.
Pada tingkat yang lebih tinggi upaya untuk memahami Ramadan juga nampak jelas. Gedung Putih dan berbagai lembaga pemerintahan lainnya, seperti Departemen Pertahanan dan Departemen Luar Negeri, sejak beberapa tahun terakhir ini mengadakan acara buka puasa bersama.
Menurut Saleh Williams, Koordinator Program pada Assosiasi Staf Muslim Kongres, meskipun bersifat simbolik, acara berbuka itu menunjukkan adanya keinginan kuat untuk memahami Ramadan.
Ia mengatakan, “Khususnya sejak insiden 11 September, ada kemauan besar untuk mendekati komunitas Muslim Amerika, berupaya memahami dan mengakui isu-isu yang dihadapi mereka: sosial, ekonomi, dan politik,”
Meski pemberitaan yang kurang berimbang mengenai Islam masih kerap terdengar, saling keterbukaan ini bukan saja lebih memudahkan pemahaman Ramadan, tetapi juga bisa menepis pandangan keliru tentang Islam, seperti yang dikatakan Hassan Hatim, mahasiswa Muslim di Universitas Washington.
“Dunia Barat adalah tempat terbaik untuk mengubah pandangan apa pun, baik atau buruk. Di sini ada berbagai sumber informasi serta dukungan, dan orang Barat terbuka untuk mendengar. Apa yang kita lakukan di sini akan bergema ke seluruh dunia. Itulah tanggung jawab kita,” ujar Hatim.