Serangan yang tampaknya dilakukan oleh teroris di Davao, kota asal Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang biasanya terkenal atas keamanannya, akan meningkatkan pertempuran pemerintah dengan pemberontak Muslim yang melakukan kekerasan dan dapat mengubah arah puluhan tahun konflik itu.
Kelompok teroris Abu Sayyaf telah mengaku bertanggung-jawab atas pemboman hari Jumat (2/9) di sebuah pasar malam hari di Davao yang menewaskan 14 orang dan melukai 70 orang, menurut laporan berita Filipina. Namun, beberapa laporan mengatakan bahwa kelompok Abu Sayyaf menarik kembali pernyataannya.
Pemboman tersebut adalah pembalasan besar yang pertama setelah Duterte – yang terkenal sebagai seorang pemberantas kejahatan yang tidak takut menggunakan kekerasan di luar hukum – dilantik tanggal 30 Juni dan memulai serangan terhadap Abu Sayyaf, di basisnya dekat pulau Mindanao.
Serangan tersebut menewaskan 12 tentara dan 22 pemberontak bulan lalu. Kelompok yang sama sering melakukan penculikan warga asing, termasuk memenggal seorang warga Kanada pada bulan April lalu.
Duterte, mantan walikota Davao yang biasanya berbicara tegas, berjanji bulan lalu akan melenyapkan kelompok Abu Sayyaf yang mempunyai kira-kira 400 anggota. Ia juga sedang bersiap-siap membuka kembali pembicaraan perdamaian dengan satu lagi kelompok pemberontak Muslim, Front Pembebasan Islam Moro.
Pendekatan dua jalur terhadap pemberontak akan memenuhi janji kampanyenya untuk mengekang kekerasan pemberontakan yang sudah berlangsung puluhan tahun di Mindanao, pulau besar yang paling jauh ke selatan Filipina dan di mana Davao terletak. [gp]