Serangan drone menewaskan sedikitnya enam warga sipil pada Selasa (30/7), di sebuah kota di Mali Utara, tempat pasukan Mali dan sekutu Rusia mereka baru-baru ini mengalami kekalahan besar saat melawan pemberontak separatis, kata pejabat lokal dan separatis kepada AFP.
“Drone itu menewaskan sedikitnya enam warga sipil pada Selasa, di antaranya warga Sudan, Niger, dan Chad,” kata seorang pejabat lokal, setelah serangan di Tinzaouatene dekat perbatasan Aljazair.
Pejabat lain menuduh angkatan bersenjata dan petempur asal Rusia, membunuh 10 orang dalam serangan itu.
Juru bicara separatis, Mohamed Elmaouloud, mengatakan kepada AFP bahwa “tembakan drone dari tentara Mali yang didukung oleh Wagner, tentara bayaran asal Rusia, menargetkan penambang emas sipil yang bekerja di sebuah tambang dekat perbatasan Aljazair.”
Dia menambahkan telah terjadi “puluhan kematian, terutama warga Hausa Niger dan Chad.”
Sumber Mali mengatakan kepada AFP, bahwa “drone itu menarget dan menghantam sebuah truk pikap yang mengangkut teroris dan senjata mereka”, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Tentara Mali dan Wagner mengakui pihaknya mengalami kemunduran serius di wilayah tersebut pada Sabtu (27/7). Mereka mengalami kekalahan besar dalam pertempuran melawan pemberontak separatis dan jihadis.
Tentara Mali pada Senin mengatakan, bahwa mereka mengalami kematian “dalam jumlah besar,” dalam pengakuan yang dikeluarkan setelah pemberontak mengklaim telah menimbulkan kekalahan besar bagi pihak tentara.
Aliansi CSP-DPA, koalisi separatis yang sebagian besar terdiri dari suku Tuareg, mengklaim kemenangan besar atas tentara dan sekutu mereka asal Rusia pada akhir pekan lalu setelah pertempuran sengit selama tiga hari di sekitar Tinzaouatene.
Kelompok yang terkait dengan Al-Qaeda, Jama'at Nusrat al-Islam wal Muslimeen (JNIM) juga mengklaim telah menyerang konvoi tentara dan tentara bayaran Wagner di selatan Tinzaouatene.
JNIM mengatakan telah menewaskan 50 orang Rusia dan 10 orang Mali, meskipun AFP tidak dapat memverifikasi klaim tersebut.
Kelompok Wagner pada Senin juga mengakui menderita korban dalam jumlah besar, termasuk seorang komandan.
Para pemimpin militer negara di Afrika Barat itu, yang merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 2020, telah memprioritaskan untuk merebut kembali seluruh wilayah negara dari pasukan separatis dan jihadis.
Pada saat yang sama, junta militer telah memutuskan aliansi militer dengan bekas negara kolonial Prancis, dan meminta dukungan Rusia. [ns/uh]
Forum