Usai melakukan kunjungan bersejarah ke Vietnam dan menghadiri KTT G20 di India beberapa saat lalu, Presiden AS Joe Biden akan kembali berbicara kepada para pemimpin dunia di Sidang Majelis Umum PBB di New York. Ia rencananya akan menggalang dukungan bagi Ukraina, seperti tahun lalu.
“Perang ini bertujuan untuk menghilangkan hak Ukraina untuk berdiri sebagai sebuah negara – sesederhana itu – dan hak Ukraina untuk hidup sebagai sebuah bangsa,” ujar Biden.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy rencananya akan hadir secara langsung di New York untuk menggalang dukungan bagi negaranya. Ia juga akan menemui Biden di Gedung Putih hari Kamis (21/9).
Selain fokus pada Ukraina, Biden juga harus memerhatikan keprihatinan negara-negara Selatan, yang mencakup isu perubahan iklim, kemiskinan, penderitaan pengungsi, inflasi dan pengurangan utang.
Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan, “Ini semua berhubungan. Karena perang – invasi brutal Rusia ke Ukraina – telah menimbulkan efek riak yang berdampak pada ketahanan pangan, ketahanan energi dan kerugian dalam bentuk lain terhadap negara-negara di seluruh dunia. Oleh sebab itu, mengakhiri perang ini secara adil, berdasarkan prinsip-prinsip kedaulatan dan integritas wilayah, akan memberikan manfaat tidak hanya bagi rakyat Ukraina, tetapi juga semua orang di mana pun mereka berada.”
Tidak mau kalah dari Presiden China Xi Jinping yang bertemu dengan para pemimpin Asia Tengah awal tahun ini, Biden juga dijadwalkan akan menggelar konferensi tingkat tinggi dengan pemimpin Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan.
Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan, “Kami tidak menganggap ini sebagai persaingan dengan China untuk memperebutkan pengaruh di negara-negara ini. Kami memandangnya sebagai upaya membangun hubungan yang sudah kami miliki.”
Biden akan menggelar pertemuan bilateral di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB, termasuk dengan ketua G20 berikutnya, Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva, dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
AS sendiri sudah mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap kebijakan garis keras pemerintahan Netanyahu, termasuk rencana perombakan sistem peradilan Israel, yang menurut pihak oposisi merupakan ancaman terhadap demokrasi Israel. [rd/jm]
Forum