Keamanan sangat ketat di dalam gedung pengadilan dan sekitarnya ketika Pervez Musharraf, yang mengenakan pakaian tradisional Pakistan yang disebut kameez shalwar, tiba untuk menghadiri proses hukum.
Jenderal purnawirawan berusia 70 tahun, yang pernah menjadi orang paling kuat di Pakistan, itu berdiri dan memberi hormat kepada para hakim ketika mereka memasuki ruangan.
Sejak sidang dimulai akhir Desember lalu, Musharraf telah dua kali tidak hadir dengan alasan keamanan. Kemudian, pada 2 Januari, ia masuk rumahsakit karena alasan medis yang muncul ketika ia sedang dibawa ke gedung pengadilan di Islamabad.
Sidang hari Selasa berakhir cepat karena hakim mengakui mereka pertama-tama harus menetapkan mosi pembelaan yang mempertanyakan apakah pengadilan layak mengadili Musharraf sebelum ia didakwa atas tuduhan pengkhianatan. Pengacara Ahmad Raza Kasuri kemudian membahas rincian mosi itu dan menyatakan, perwira militer yang sudah pensiun maupun masih aktif hanya bisa diadili di pengadilan militer.
Kasuri mengatakan, "Kami menyatakan dengan tegas bahwa pengadilan khusus ini, yang merupakan pengadilan sipil, tidak berwenang mengadili Jenderal Musharraf karena ketika memberlakukan undang-undang darurat, Jenderal Musharraf masih aktif. Oleh karena itu, ia harus diadili oleh pengadilan militer. Sekarang pengadilan telah menetapkan bahwa pada hari Jumat akan dikeluarkan keputusan mengenai mosi yang kami ajukan, padahal sudah kami tegaskan bahwa masalah ini harus dialihkan ke mahkamah militer."
Menurut Kasuri, pembela juga mempertanyakan keobjektifan hakim yang menangani kasus tersebut dan cara panel hakim dibentuk. Ia menambahkan, sebelum pengadilan mengeluarkan putusan mengenai semua mosi pembela, kliennya tidak bisa didakwa atas tuduhan pengkhianatan.
Sidang itu berkaitan dengan keputusan Musharraf tahun 2007 mencabut konstitusi dan memberlakukan undang-undang keadaan darurat dalam upaya memperpanjang kekuasaannya sebagai presiden yang semakin diperdebatkan. Musharraf menilai kasus tersebut bermotif balas dendam politik.
Sebagian pengamat menyatakan sidang itu bisa membantu mencegah kudeta militer di Pakistan pada masa depan, tetapi pengamat lain, seperti mantan anggota parlemen dan kolumnis Ayaz Amir, tidak setuju.
Jenderal purnawirawan berusia 70 tahun, yang pernah menjadi orang paling kuat di Pakistan, itu berdiri dan memberi hormat kepada para hakim ketika mereka memasuki ruangan.
Sejak sidang dimulai akhir Desember lalu, Musharraf telah dua kali tidak hadir dengan alasan keamanan. Kemudian, pada 2 Januari, ia masuk rumahsakit karena alasan medis yang muncul ketika ia sedang dibawa ke gedung pengadilan di Islamabad.
Sidang hari Selasa berakhir cepat karena hakim mengakui mereka pertama-tama harus menetapkan mosi pembelaan yang mempertanyakan apakah pengadilan layak mengadili Musharraf sebelum ia didakwa atas tuduhan pengkhianatan. Pengacara Ahmad Raza Kasuri kemudian membahas rincian mosi itu dan menyatakan, perwira militer yang sudah pensiun maupun masih aktif hanya bisa diadili di pengadilan militer.
Kasuri mengatakan, "Kami menyatakan dengan tegas bahwa pengadilan khusus ini, yang merupakan pengadilan sipil, tidak berwenang mengadili Jenderal Musharraf karena ketika memberlakukan undang-undang darurat, Jenderal Musharraf masih aktif. Oleh karena itu, ia harus diadili oleh pengadilan militer. Sekarang pengadilan telah menetapkan bahwa pada hari Jumat akan dikeluarkan keputusan mengenai mosi yang kami ajukan, padahal sudah kami tegaskan bahwa masalah ini harus dialihkan ke mahkamah militer."
Menurut Kasuri, pembela juga mempertanyakan keobjektifan hakim yang menangani kasus tersebut dan cara panel hakim dibentuk. Ia menambahkan, sebelum pengadilan mengeluarkan putusan mengenai semua mosi pembela, kliennya tidak bisa didakwa atas tuduhan pengkhianatan.
Sidang itu berkaitan dengan keputusan Musharraf tahun 2007 mencabut konstitusi dan memberlakukan undang-undang keadaan darurat dalam upaya memperpanjang kekuasaannya sebagai presiden yang semakin diperdebatkan. Musharraf menilai kasus tersebut bermotif balas dendam politik.
Sebagian pengamat menyatakan sidang itu bisa membantu mencegah kudeta militer di Pakistan pada masa depan, tetapi pengamat lain, seperti mantan anggota parlemen dan kolumnis Ayaz Amir, tidak setuju.