Kamar-kamar hotel di Singapura sudah dipesan. Polisi bersiap untuk mengisolasi pusat kota dan ribuan wartawan bersiap untuk meliput acara terbesar di Bumi: pertemuan puncak AS dan Korea Utara, pada 12 Juni.
Bila tak ada aral melintang, Singapura yang tenang, akan menjadi tempat tak biasa untuk menggelar salah satu peristiwa geopolitik terbesar saat ini.
Baik AS maupun Korea Utara pastinya akan mengirim delegasi pejabat beserta pengaturan keselamatan, yang diharapkan berjumlah besar. Namun, jumlah delegasi para pejabat kedua negara, tak akan mampu menyamai jumlah awak media yang akan menyerbu negara pulau itu.
Sekitar 3.000 orang diperkirakan akan mendaftar untuk mendapatkan akreditasi media, menurut sumber yang terlibat dalam perencanaan dan berbicara tanpa mengungkap identitas kepada AFP
Jumlah wartawan yang akan meliput pertemuan Trump dan Kim dengan mudah bisa menandingi peliputan pertemuan antara Presiden China Xi Jinping dan pemimpin Taiwan pada saat itu, Ma Ying-jeou pada 2015 di Singapura. Pada saat itu, acara diliput oleh ratusan wartawan
Serbuan Media
Tanda-tanda serbuan media sudah mulai terlihat.
Beberapa wartawan sudah menginap di luar hotel mewah Fullerton agar bisa melihat Kim Chang Son, kepala staf de facto Kim Jong-un. Chang Son sedang berada di Singapura untuk mempersiapkan pertemuan. Sedangkan hotel bintang lima, Shangri-La, yang digunakan sebagai tempat pertemuan Xi-Ma, kamar-kamarnya sudah habis dipesan.
Tapi pada saat seluruh pemimpin dunia tegang menantikan pertemuan puncak yang bisa mendorong Pyongyang menghapuskan program senjata nuklir, sebagian warga Singapura mulai resah dengan potensi gangguan terhadap kehidupan mereka yang tenang.
Negara kota itu saking tenang dan stabil sering dianggap membosankan.
Chang Anthony, misalnya, mengunggah di Facebook bahwa pertemuan di Singapura akan “menimbulkan ketidaknyamanan bagi kami".
“Bisa kah pemerintah menyatakan sebagai (hari libur nasional) untuk hari spesial ini?,” kata Anthony.
“Duh, sial. Dua pemimpin paling tidak popular di dunia datang kemari untuk perdamaian dunia,” keluh Timothy Klein di Facebook.
Namun, Lim Tai Wei, fellow di Institut Asia Timur Universitas Nasional Singapura, menepis kekhawatiran bahwa acara tersebut akan menimbulkan ketidaknyamanan yang meluas.
“Anda harus ingat bahwa negara ini punya pengalaman menjadi tuan rumah pertemuan Xi-Ma pada 2015 dan sebelumnya menjadi tuan rumah bagi beberapa presiden AS di masa lalu,” katanya kepada AFP. [ft]