Warga Singapura berbondong-bondong menuju tempat pemungutan suara (TPS) pada Jumat (1/9) untuk memberikan hak suara mereka dalam pemilihan presiden (pilpres) pertama yang digelar dalam lebih dari satu dekade di negara kota tersebut. Pemilu tersebut diawasi dengan ketat sebagai indikasi dukungan terhadap partai yang berkuasa setelah serangkaian skandal politik menghantam negara itu.
Peran presiden di Singapura sebagian besar bersifat seremonial, tetapi terdapat sejumlah persyaratan ketat untuk dapat menduduki posisi tersebut. Pasalnya presiden secara formal akan mengawasi akumulasi cadangan keuangan negara dan memegang kekuasaan untuk memveto tindakan tertentu dan menyetujui penyelidikan anti-korupsi.
Meskipun jabatan kepresidenan merupakan jabatan non-partisan berdasarkan konstitusi, garis politik sudah ditentukan menjelang pemilu untuk menggantikan petahana Halimah Yacob, yang mencalonkan diri untuk masa jabatan enam tahunnya pada 2017 tanpa ada lawan.
Para pengamat mengatakan bahwa hasil pilpres itu bisa mencerminkan tingkat dukungan terhadap PAP menjelang pemilu 2025 atau ketidakpuasan warga setelah adanya serangkaian skandal di tubuh pemerintahan, termasuk penyelidikan korupsi terhadap menteri transportasi dan pengunduran diri dua legislator PAP karena skandal perselingkuhan.
“Apa yang kami inginkan adalah Singapura yang sejahtera,” kata pekerja mandiri Patrick Low, 70, kepada AFP setelah memberikan suaranya.
Antrean yang mengular dari pusat pemungutan suara terlihat berlangsung tertib tanpa kegaduhan, kondisi yang sering kali ditemukan pada penyelenggaraan pemilu negara-negara lain di mana para pendukung partai tertentu sering kali berteriak-teriak atau membagikan selebaran untuk mendapatkan suara terakhir.
Kandidat yang diunggulkan adalah mantan wakil perdana menteri dan menteri keuangan Tharman Shanmugaratnam, yang sudah lama menjadi pendukung PAP sebelum ia mengundurkan diri menjelang pencalonannya.
Ekonom berusia 66 tahun tersebut dianggap mendapat dukungan pemerintah dan ditanyai tentang independensinya selama kampanye.
Pergeseran Dukungan
Kandidat lainnya, mantan eksekutif asuransi Tan Kin Lian, 75 tahun, mendapat dukungan dari beberapa pemimpin oposisi.
Pesaing ketiga, Ng Kok Song, 75 tahun, adalah mantan kepala investasi di dana kekayaan negara Singapura, GIC, yang mengelola cadangan devisa negara.
“Pemilihan presiden semakin diperlakukan sebagai pemilu,” kata Mustafa Izzuddin, analis politik di konsultan Solaris Strategies Singapura.
“Peningkatan dalam pemungutan suara protes diperkirakan terjadi karena sentimen yang bimbang terhadap pemerintah yang berkuasa,” tukasnya.
PAP baru-baru ini diguncang oleh skandal politik, sebuah hal yang jarang terjadi di kota yang memiliki reputasi pemerintahannya yang bersih sehingga dapat menjadi pusat internasional bagi berbagai industri seperti keuangan dan penerbangan.
PAP mengalami kinerja pemilu terburuknya pada 2020, tetapi tetap mempertahankan lebih dari dua pertiga mayoritasnya.
Memilih adalah wajib bagi lebih dari 2,7 juta warga negara Singapura yang memenuhi syarat. Mereka yang tidak memilih tanpa alasan yang sah berisiko dicoret dari daftar pemilih.
Singapura menetapkan syarat bagi calon presiden di mana kandidat harus pernah menjabat sebagai pegawai negeri senior atau kepala eksekutif sebuah perusahaan dengan ekuitas pemegang saham setidaknya 500 juta dolar Singapura atau sekitar Rp5,65 triliun pada kurs saat ini. [ah/rs]
Forum