SINGAPURA —
Laman-laman yang rutin memberitakan Singapura, termasuk Yahoo! News, harus memiliki izin mulai 1 Juni, membuatnya setara dengan surat kabar dan stasiun televisi berita. Langkah ini oleh beberapa pihak dilihat sebagai upaya mengekang kebebasan berita di Internet.
"Situs-situs berita yang rutin memberitakan isu-isu berkaitan dengan Singapura dan memiliki jangkauan signifikan di antara pembaca harus mendapatkan izin individual," ujar Otoritas Pengembangan Media Singapura (MDA) dalam pernyataan tertulis.
“Hal ini akan meletakkan mereka dalam kerangka kerja peraturan yang lebih konsisten dengan lembaga-lembaga berita tradisional yang sudah memiliki izin," ujar badan regulator media tersebut.
Singapura yang serba teratur dan makmur, sebuah basis regional untuk banyak perusahaan multinasional dan manajer keuangan, merupakan salah satu kota paling terhubungkan di dunia karena sebagian besar orang memiliki akses Internet pita lebar (broadband).
Pemerintahannya telah memberlakukan kontrol yang ketat terhadap media, dengan mengatakan itu perlu untuk mempertahankan stabilitas di negara kecil yang multirasial dan media harus bertanggung jawab dengan apa yang mereka terbitkan.
Kelompok advokasi media Reporters Without Borders, dalam laporan terbarunya meletakkan Singapura pada posisi 149 terkait kebebasan pers global, turun 14 peringkat dari 2012 dan di bawah banyak negara tetangga.
Pada 2011, kelompok oposisi di negara kota itu meraih banyak suara melawan Partai Aksi Rakyat yang telah lama berkuasa dalam pemilihan parlemen, sebagian karena menggunakan Internet untuk menjangkau pemilih.
Sebuah survei dari koran Straits Times tak lama sebelum pemilihan suara menemukan bahwa 36,3 persen orang berusia antara 21-34 tahun menyebut Internet sebagai sumber utama berita politik domestik dibandingkan dengan 35,3 persen yang lebih menyukai surat kabar.
'Mencari Jalan'
MDA mengidentifikasi sg.news.yahoo.com, servis yang dijalankan raksasa Internet Yahoo! Inc, sebagai salah satu dari 10 situs yang akan terimbas oleh peraturan baru tersebut, berdasarkan kriteria seperti memiliki 50.000 pengunjung unik dari Singapura per bulan dalam periode dua bulan.
Yahoo! sendiri enggan berkomentar soal ini.
“Kami tidak dalam posisi memberi tanggapan sampai kami menerima syarat-syarat izin untuk dikaji," ujar kepala layanan berita Yahoo! Singapura, Alan Soon.
Dari sembilan situs lainnya, tujuh dikelola oleh Singapore Press Holdings Ltd, dengan penerbitan-penerbitan yang cenderung pro-pemerintah. Dua situs lagi dioperasikan oleh organisasi media milik pemerintah, Mediacorp.
Syarat-syarat bagi situs-situs yang wajib memiliki izin individual, yang harus dievaluasi setiap tahun, termasuk obligasi senilai US$39.700 dan kewajiban menghapus konten yang menimbulkan keberatan dalam waktu 24 tahun ketika diperintahkan oleh MDA.
MDA mengatakan bahwa peraturan baru itu tidak berlaku untuk blog, meski ia menambahkan: "Jika mereka memiliki karakter seperti laman berita, kami akan mengamati dengan seksama dan mengevaluasi mereka."
Peraturan ini memicu kritik dari beberapa pengguna Internet yang melihatnya sebagai upaya untuk membatasi berita Internet yang tidak terkait dengan pemerintah.
Dalam halaman Facebook milik media pemerintah Channel NewsAsia, seseorang bernama Jeremy Tan mengatakan perkembangan itu seperti apa yang terjadi di China dan Korea Utara.
"Anda bisa mencoba membungkam kami. Kami akan mencari celah," tulis seseorang lain bernama Sushikin Ky di halaman Facebook tersebut. (Reuters)
"Situs-situs berita yang rutin memberitakan isu-isu berkaitan dengan Singapura dan memiliki jangkauan signifikan di antara pembaca harus mendapatkan izin individual," ujar Otoritas Pengembangan Media Singapura (MDA) dalam pernyataan tertulis.
“Hal ini akan meletakkan mereka dalam kerangka kerja peraturan yang lebih konsisten dengan lembaga-lembaga berita tradisional yang sudah memiliki izin," ujar badan regulator media tersebut.
Singapura yang serba teratur dan makmur, sebuah basis regional untuk banyak perusahaan multinasional dan manajer keuangan, merupakan salah satu kota paling terhubungkan di dunia karena sebagian besar orang memiliki akses Internet pita lebar (broadband).
Pemerintahannya telah memberlakukan kontrol yang ketat terhadap media, dengan mengatakan itu perlu untuk mempertahankan stabilitas di negara kecil yang multirasial dan media harus bertanggung jawab dengan apa yang mereka terbitkan.
Kelompok advokasi media Reporters Without Borders, dalam laporan terbarunya meletakkan Singapura pada posisi 149 terkait kebebasan pers global, turun 14 peringkat dari 2012 dan di bawah banyak negara tetangga.
Pada 2011, kelompok oposisi di negara kota itu meraih banyak suara melawan Partai Aksi Rakyat yang telah lama berkuasa dalam pemilihan parlemen, sebagian karena menggunakan Internet untuk menjangkau pemilih.
Sebuah survei dari koran Straits Times tak lama sebelum pemilihan suara menemukan bahwa 36,3 persen orang berusia antara 21-34 tahun menyebut Internet sebagai sumber utama berita politik domestik dibandingkan dengan 35,3 persen yang lebih menyukai surat kabar.
'Mencari Jalan'
MDA mengidentifikasi sg.news.yahoo.com, servis yang dijalankan raksasa Internet Yahoo! Inc, sebagai salah satu dari 10 situs yang akan terimbas oleh peraturan baru tersebut, berdasarkan kriteria seperti memiliki 50.000 pengunjung unik dari Singapura per bulan dalam periode dua bulan.
Yahoo! sendiri enggan berkomentar soal ini.
“Kami tidak dalam posisi memberi tanggapan sampai kami menerima syarat-syarat izin untuk dikaji," ujar kepala layanan berita Yahoo! Singapura, Alan Soon.
Dari sembilan situs lainnya, tujuh dikelola oleh Singapore Press Holdings Ltd, dengan penerbitan-penerbitan yang cenderung pro-pemerintah. Dua situs lagi dioperasikan oleh organisasi media milik pemerintah, Mediacorp.
Syarat-syarat bagi situs-situs yang wajib memiliki izin individual, yang harus dievaluasi setiap tahun, termasuk obligasi senilai US$39.700 dan kewajiban menghapus konten yang menimbulkan keberatan dalam waktu 24 tahun ketika diperintahkan oleh MDA.
MDA mengatakan bahwa peraturan baru itu tidak berlaku untuk blog, meski ia menambahkan: "Jika mereka memiliki karakter seperti laman berita, kami akan mengamati dengan seksama dan mengevaluasi mereka."
Peraturan ini memicu kritik dari beberapa pengguna Internet yang melihatnya sebagai upaya untuk membatasi berita Internet yang tidak terkait dengan pemerintah.
Dalam halaman Facebook milik media pemerintah Channel NewsAsia, seseorang bernama Jeremy Tan mengatakan perkembangan itu seperti apa yang terjadi di China dan Korea Utara.
"Anda bisa mencoba membungkam kami. Kami akan mencari celah," tulis seseorang lain bernama Sushikin Ky di halaman Facebook tersebut. (Reuters)