Sejumlah negara bergegas mengevakuasi diplomat dan warga negara mereka dari ibu kota Khartoum, Sudan, seiring terus berlanjutnya pertempuran di antara dua faksi yang bertikai di negara Afrika Timur itu.
Kanada, Mesir, Prancis, Jerman, Italia, Swedia dan Amerika adalah sebagian negara yang telah mengevakuasi warga negara mereka dengan menggunakan pesawat terbang dan konvoi.
Sejauh ini lebih dari 420 orang tewas dan ribuan lainnya luka-luka akibat pertempuran itu.
Warga Sudan berjuang keras untuk bertahan di tengah pemadaman listrik dan layanan internet. Sebagian melarikan diri dengan bus dan mobil melewati jalan-jalan berbahaya.
Identifikasi Kebutuhan di Sudan, USAID Kirim Tim Pakar
Kepala USAID Samantha Power hari Minggu (23/4) lalu mengumumkan pihaknya telah mengirim satu tim pakar untuk menanggapi situasi di Sudan, yang pada tahap awal akan beroperasi dari Kenya.
“Amerika memobilisasi bantuan kepada rakyat Sudan yang terjebak di antara faksi-faksi yang bertikai,” ujar Power.
Ditambahkannya, Tim Tanggap Bantuan Bencana akan bekerja dengan “komunitas dan mitra interasional kami untuk mengidentifikasi kebutuhan prioritas dan memberikan bantuan kemanusiaan yang menyelamatkan nyawa dengan aman kepada mereka yang paling membutuhkan.” “Saat banyak keluarga Sudan sedianya merayakan akhir bulan suci Ramadan, mereka malah hidup dalam teror,” ujarnya lirih.
Pertempuran antara faksi-faksi yang bertikai juga pecah di Darfur.
“Semua penderitaan ini menambah situasi yang sudah mengerikan. Sebelum pertempuran ini pecah, sepertiga populasi Sudan – atau hampir 16 juta orang – sudah membutuhkan bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka,” ujar Power.
Sekjen PBB: Kami Tidak Tinggalkan Rakyat Sudan
Sekjen PBB Antonio Guterres hari Senin mengatakan PBB tidak akan meninggalkan Sudan, tetapi untuk sementara waktu memindahkan “ratusan” anggota staf PBB di dalam dan luar negara itu.
“Bekerja dengan organisasi kemanusiaan di lapangan, kami mengkonfirmasi ulang kehadiran kami di Sudan guna memungkinkan untuk terus mendukung rakyat Sudan,” ujar Guterres dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, seraya menambahkan “biar saya perjelas. PBB tidak akan meninggalkan Sudan. Komitmen kami adalah kepada rakyat Sudan, guna mendukung keinginan mereka meraih masa depan yang damai dan aman. Kami mendukung mereka di saat yang mengerikan ini.”
Ada sekitar 800 staf internasional PBB di Sudan, dan sebagian dari mereka memiliki keluarga yang tinggal bersama mereka di Khartoum. Selain itu sekitar 3.200 warga Sudan bekerja untuk PBB.
Sempat Jadi Sekutu, Kini Berebut Kekuasaan
Pertempuran antara pasukan militer Sudan pimpinan Jendral Abdel-Fattah Burhan dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces pimpinan Jendral Mohammed Hamdan Dagalo pecah pada 15 April lalu.
Kedua jendral ini adalah mantan sekutu yang bersama-sama merebut kekuasaan dalam kudeta militer tahun 2021, tetapi kemudian bersaing sengit memperebutkan tampuk kekuasaan.
Pertempuran di antara pasukan yang saling bersaing itu minggu lalu telah menjerumuskan kota Khartoum, yang berpenduduk lebih dari lima juta orang, ke ambang kehancuran. Warga bersembunyi di dalam rumah tanpa aliran listrik, sementara dentuman bom dan letusan senjata membahana. Sebagian pihak memanfaatkan situasi dengan berkeliaran di jalan-jalan dan menjarah rumah.
Lebih dari 400 orang meninggal, termasuk 264 warga sipil; sementara lebih dari 3.500 lainnya luka-luka dalam pertempuran itu. [em/jm]
Forum