Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam jumpa pers, Senin (24/4) menjelaskan warga negara Indonesia yang dievakuasi itu hari ini tiba di Kota Pelabuhan Sudan untuk diseberangkan dengan kapal feri ke Jeddah, Arab Saudi.
"Alhamdulillah, pada pukul 01:00 dini hari waktu (setempat) 538 WNI telah tiba dengan selamat di Kota Port Sudan. Mereka terdiri dari perempuan (273), laki-laki (240), dan balita (25 orang)," kata Retno.
Mereka, menurut Retno, sebagian besar adalah mahasiswa, pekerja migran, karyawan perusahaan Indofood, serta staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Khartum dan keluarga mereka.
Proses evakuasi tahap pertama ini dipimpin oleh Duta Besar Indonesia untuk Sudan Soenarko. Ke-538 WNI tersebut diangkut menggunakan delapan bus dan satu minibus KBRI.
Mereka berangkat dari Khartum menuju Pelabuhan Sudan kemarin pukul 08.00. Waktu tempuh perjalanan darat sejauh 830 kilometer itu sekitar 15 jam. Sepanjang perjalanan, rombongan 538 warga Indonesia yang dievakuasi tersebut menemui sekitar 15 pos pemeriksaan.
"Rencana awal, seluruh WNI akan dievakuasi dengan memanfaatkan gencatan senjata yang ada. Namun karena adanya pembatasan bahan bakar untuk bus yang mengangkut para WNI, maka evakuasi tidak dapat dilakukan dalam satu tahap," ujar Retno.
Dalam catatan KBRI Khartoum, orang Indonesia yang menetap di Sudan sebanyak 1.209. Dari jumlah itu, menurut Ketua Ikatan Mahasiswa Indonesia di Sudan Abduh, pelajar dan mahasiswa sebanyak 785.
Pada evakuasi tahap kedua, lanjut Retno, akan terdapat 289 warga Indonesia, sebagian besar mahasiswa dan lima pekerja perusahaan. Dia mengimbau agar setiap warga Indonesia yang masih berada di Sudan dan belum melapor diri agar segera melaporkan keberadaannya ke KBRI Khartoum supaya mereka dapat dievakuasi pada tahap kedua.
Menlu Retno memohon doa kepada seluruh rakyat Indonesia agar evakuasi tahap selanjutnya dapat dilakukan dengan selamat. Dia menegaskan situasi di Sudan sangat “cair dan dinamis.”
Menurutnya, proses evakuasi warga Indonesia dari Sudan tidak mudah karena perang masih berlangsung. Keselamatan warga Indonesia, tambahnya, tetap prioritas nomor satu.
Retno mengaku terus memantau proses evakuasi warga Indonesia di Sudan dari jam ke jam, serta melaporkan perkembangannya kepada Presiden Joko Widodo.
Sementara itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono akan mengirim pasukan gabungan untuk membantu proses evakuasi WNI dari Sudan. Pasukan tersebut di antaranya terdiri dari Prajurit Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) Angkatan Udara dan tim kesehatan.
"Rencana akan diberangkatkan besok pagi dengan kru pesawat, pengamanan, dokter dan lainnya yang berjumlah 39 orang," terang Yudo kepada wartawan di Lanud Halim Perdanakusuma, Senin (24/4).
Pengiriman pasukan elite TNI Angkatan Udara tersebut diharapkan dapat mengamankan proses evakuasi WNI, mengingat kondisi di lapangan yang masih tidak kondusif di Sudan, tambah Yudo.
Dia menambahkan tim yang dikirim tersebut akan mengevakuasi WNI dari Port Sudan ke Jeddah dengan prioritas membawa sejumlah WNI Lansia, anak-anak dan ibu hamil.
Tim bantuan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Riyadh dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah) juga sudah bergerak.
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi mengatakan pertempuran di Sudan ini mirip dengan yang terjadi di Libya di mana terjadi pertikaian antar faksi militer. Dia memperkirakan konflik bersenjata di Sudan kemungkinan berkepanjangan.
"Saya kira ini proses dari transisi yang sebelumnya, tidak segera menunjukkan ke arah stabilitas. Pada satu sisi, masyarakat tidak puas juga dengan pemerintahan militer yang sebelumnya," ujar Yon.
Yon mengatakan peran yang bisa dilakukan oleh Indonesia adalah mengimbau kepada pemerintah Sudan untuk menciptakan kondisi stabil dan jangan sampai jatuh korban masyarakat sipil. Indonesia, katanya, juga bisa menyerukan kepada para elite politik di Sudan untuk memperhatikan keselamatan dan nasib rakyat agar tidak menjadi korban dan perang saudara berkelanjutan.
Perang antara pasukan Angkatan Bersenjata Sudan yang dipimpin Jenderal Abdil Fattah al-Burhan dengan paramiliter RSF (Pasukan Sokong Cepat) yang dikomandoi Jenderal Muhammad Hamdan Dagalu meletup sejak Sabtu dua pekan lalu.
Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), pertempuran di Ibu Kota Khartoum dan kota-kota lain di Sudan telah menewaskan lebih dari 400 orang dan melukai paling tidak 3.500 lainnya. [fw/lt]
Forum