Skema Rusia untuk memfasilitasi penjualan gas alam ke China dan pasar Asia lainnya melalui pembentukan "serikat gas" dengan Kazakhstan dan Uzbekistan menghadapi perlawanan politik di dua negara Asia Tengah itu. Penolakan tersebut muncul karena sebagian merasa tidak nyaman dengan invasi Rusia ke Ukraina.
Menteri Energi Uzbekistan Jurabek Mirzamahmudov, pada Rabu (7/12), menampik proposal tersebut, yang pertama kali dipublikasikan pada awal pekan lalu, dengan mengatakan negaranya tidak akan pernah mempertaruhkan kemerdekaannya demi keuntungan ekonomi.
"Jika kami mengimpor gas dari negara lain, kami bekerja sama hanya berdasarkan kontrak komersial. Kami tidak akan pernah menyetujui persyaratan politik dengan imbalan gas," katanya dalam pernyataan video.
“Bahkan kalaupun perjanjian gas dibuat dengan Rusia, ini tidak berarti ada perserikatan … Uzbekistan tidak berbatasan dengan Rusia. Oleh karena itu, perundingan dilakukan untuk mengirimkannya melalui negara tetangga Kazakhstan. Ini akan menjadi kontrak teknis … bukan serikat,” kata Mirzamahmudov.
Skema tersebut diajukan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dalam pertemuan dengan Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev di Moskow pada 28 November.
Meskipun rincian dari serikat yang diusulkan itu masih belum jelas, menurut beberapa analis, rencana tersebut secara ekonomi masuk akal bagi negara-negara Asia Tengah, terutama Uzbekistan, yang gas alamnya hampir tidak mencukupi untuk konsumsi pribadi di dalam negeri dan sebelumnya telah mengalami kekurangan pasokan gas di musim dingin.
Sebagai bagian dari serikat gas dengan Rusia yang menjadi pengekspor utama, negara-negara itu bisa menerima banyak pasokan gas melalui pipa yang ada, yang mengalir ke kedua negara dari Rusia dan kemudian menjual kelebihan gas melalui pipa lain yang tersedia dan mengalirkannya melalui wilayah mereka dari Turkmenistan ke China. [my/rs]
Forum