Di penghujung tahun 2022 ini, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) kembali merilis hasil surveinya. Kali ini menyorot tentang seberapa besar tingkat kepuasan publik pada kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pendiri SMRC Prof. Saiful Mujani mengatakan berdasarkan data tren tingkat kepuasan publik pada kinerja Jokowi sejak tahun 2015, ada penguatan pada periode kedua, di mana tingkat kepuasan rata-rata mencapai 70 persen. Jika pada survei terakhir di bulan Desember 2022 tingkat kepuasan mencapai 74,2%, maka dalam survei terakhir ini meningkat menjadi 76,7%.
“Ini peristiwa yang sangat penting, bahwa Presiden Jokowi memiliki approval rating yang sangat tinggi,” kata Saiful.
Berjalan baiknya langkah-langkah pengendalian pandemi COVID-19 dan gelontoran bantuan sosial ditengarai menjadi salah satu hal yang meningkatkan kepercayaan dan kepuasan publik. Baliho ungkapan terima kasih pada Presiden Jokowi terpasang di berbagai daerah, termasuk di Kota Solo. Baliho tersebut berisi gambar presiden dengan tulisan dukungan penyaluran bansos tepat sasaran.
Menurut data pemerintah, anggaran perlindungan sosial pada tahun 2022 mencapai Rp498 triliun, meningkat dari anggaran tahun 2021 yang mencapai Rp468,3 triliun, dan tahun 2020 yang mencapai Rp293,2 triliun. Peningkatan anggaran ini seiring dengan perebakan luas COVID-19 ketika itu.
Anggaran untuk tahun 2023 akan kembali naik menjadi Rp441 triliun untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi global dan potensi lonjakan gelombang baru COVID-19, sebagaimana yang terjadi di banyak negara, terutama di China.
Dampak pada Sistem Demokrasi, Pemilu dan Potensi Perpanjangan Masa Jabatan Presiden
Meski baru menginjak tahun baru 2023, tetapi aroma tahun politik sudah sangat kencang. Terlebih setelah Komisi Pemilihan Umum KPU menetapkan partai politik yang berhak bertarung di Pemilu 2024.
Saiful mengatakan ia kaget dengan pernyataan Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Ketua DPD La Nyalla Mattalitti yang mengajak untuk berpikir kembali tentang Pemilu 2024 dengan dalih kinerja Presiden Jokowi dinilai bagus oleh publik. Bambang Soesatyo dan La Nyalla memberi alternatif untuk menangguhkan pemilu ke tahun 2027, atau tetap menyelenggarakan pemilu pada tahun 2024 dengan memberi kesempatan Jokowi bertarung untuk ketiga kalinya.
Mengingat posisi Bambang Soesatyo sebagai Ketua MPR yang berwenang mengubah Undang-Undang Dasar, pandangannya itu perlu dibahas. Sementara pandangan La Naylla menurutnya tidak mencerminkan aspirasi publik.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Jakarta itu mengatakan survei SMRC pada bulan Mei dan September 2021, juga pada Maret dan Oktober 2022, menunjukkan mayoritas publik ingin mempertahankan ketentuan masa jabatan presiden hanya dua kali, dan masing-masing selama lima tahun. Dalam empat kali survei tersebut, rata-rata 77% publik ingin aturan itu dipertahankan. Hanya 13% responden yang ingin mengubahnya.
"Statement itu bertentangan atau tidak mencerminkan aspirasi publik. Di satu sisi, kinerja Presiden Jokowi memang bagus. Tapi apakah bagusnya kinerja Presiden Jokowi itu membuat publik menginginkan agar dia dikasih wewenang untuk kembali berkuasa dengan mengubah konstitusi atau dikasih tambahan kekuasaan tiga tahun lagi,” ujar Saiful.
Dua pengamat politik dan akademisi yang dihubungi VOA masih enggan mengomentari hasil survei SMRC itu, meskipun jelas tampak pemilih di Indonesia semakin rasional dengan mendukung kinerja presiden tetapi bersikukuh mempertahankan masa jabatan presiden hanya dua kali sesuai aturan hukum.
Presiden Joko Widodo sendiri sejak munculnya wacana masa jabatan presiden menjadi tiga periode, sudah berulangkali menyerukan agar semua pihak taat pada konstitusi.
“Yang namanya keinginan masyarakat, yang namanya teriakan-teriakan seperti itu kan sudah sering saya dengar. Tetapi yang jelas, konstitusi kita sudah jelas. Kita harus taat, harus patuh terhadap konstitusi,” tegas Presiden seusai Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, 30 Maret 2022. [ys/em]
Forum