Sekitar 30 orang berkumpul di ruangan sebuah hotel di Solo, Jumat siang (26/6). Sebuah spanduk bertuliskan pelatihan untuk petugas lembaga pemasyarakatan (Lapas) yang menangani klien narapidana kasus terorisme tampak terpajang di ruangan tersebut.
Peserta pelatihan ini terdiri dari petugas balai pemasyarakatan, rumah tahanan, Lapas, hingga pengusaha mikro, kecil dan menengah.
Priyadi, Direktur Pembimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan anak di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengatakan pelatihan ini bertujuan membantu narapidana yang sedang menjalani pembebasan bersyarat.
Menurutnya, masih ada ratusan narapidana kasus terorisme di Indonesia maupun yang menjalani pembebasan bersyarat, dan belasan diantaranya berasal dari Solo.
Priyadi mengatakan pihaknya bekerjasama dengan Yayasan Prasasti Perdamaian untuk pelatihan kewirausahaan untuk membantu para narapidana.
"Sementara kami fokuskan untuk narapidana kasus terorisme yang sedang menjalani pembebasan bersyarat. Data kami di Indonesia itu ada 276 narapidana kasus terorisme yang masih berada di Lembaga Pemasyarakatan, kemudian yang di luar LP termasuk yang bebas bersyarat ada 90an narapidana, dan 16 diantaranya yang bebas bersyarat ini ada di Solo atau berasal dari Solo," ujarnya, Jumat (26/6).
Tim dari Balai Pemasyarakatan melakukan pendampingan kepada mereka, tambahnya, agar bisa bergaul dan bekerja di masyarakat dan masyarakat tidak menolak mereka.
"Kalau tidak dilakukan pendampingan.. jangan sampai mereka kembali ke habitatnya. Di dalam penjara sudah sekian tahun dibina dengan baik, petugas lapas sudah berupaya maksimal, eh pas kembali ke masyarakat, mereka membuat bom lagi, kan menyusahkan," ujarnya.
Pelatihan ini berlangsung selama tiga hari. Selain Solo, rencana pelatihan kewrirausahaan ini uga dilakukan di Semarang, Surabaya, Palu dan Nusa Tenggara Barat, yang menjadi basis Kemenhukham dalam menangani para narapidana kasus terorisme.
Sementara itu, juru bicara Yayasan Prasasti Perdamaian, Thayyep mengatakan, yayasan ini sudah berpengalaman melakukan program pendampingan pada para narapidana maupun bekas narapidana kasus terorisme yang berwirausaha.
Menurut Thayyep, proyek percontohan tersebut sudah dilakukan di Semarang dengan membuka usaha kuliner yang dikelola para mantan narapidana kasus terorisme.
"Petugas Lapas harus mengenal karakter dan kepribadian mereka. Mendampingi mereka, memahami apa kebutuhan napi ini, jadi nggak sembarangan. Ketika para napi kasus terorisme ini keluar penjara, kami terus lanjutkan. Kalau mereka mau berwirausaha, ya kita fasilitasi. Mereka mau usaha apa, kita dorong," ujarnya.
Yayasan tersebut sudah bekerjasama dengan UMKM di berbagai wilayah, membuka beberapa usaha seperti kuliner, rental komputer dan bengkel.
"Tidak semua narappidana kasus terorisme itu minat berwirausaha. Ada juga yang punya ilmu keagamaan yang cukup dan tidak lagi radikal, mereka bisa jadi ustad," ujarnya.
Proses deradikalisasi terus dilakukan untuk para narapidana kasus terorisme. Pemberitaaan media massa nasional menyoroti tokoh kasus terorisme yang kini menjalani hukuman di sebuah Lapas di Jawa Timur, Umar Patek, yangmenjadi pengibar bendera merah putih beberapa waktu lalu.