JAKARTA (VOA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penerimaan negara bertambah dari perpajakan sebesar Rp274 triliun dan bukan pajak sebesar Rp146,1 triliun. Jumlah total penambahan penerimaan negara kini menjadi Rp420,1 triliun.
Menurutnya, pemerintah memiliki dua opsi dalam menggunakan tambahan pendapatan tersebut. Pertama, digunakan untuk mengurangi defisit APBN 2022 yang jumlahnya mencapai sebesar Rp868 triliun.
Namun, opsi tersebut dapat mengakibatkan kenaikan pada harga BBM, tarif listrik, dan tidak ada pemulihan ekonomi karena tekanan kenaikan harga komoditas global.
"Kalau Rp420 triliun semuanya untuk mengurangi defisit bisa. Tapi semua belanja tetap sama, harga naik, dan subsidi tetap," jelas Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR dengan Menteri Keuangan, pada Kamis (19/5).
Opsi lainnya yaitu dengan mengurangi defisit dan mengutamakan perlindungan terhadap rakyat seperti belanja subsidi, bansos, pendidikan, dan Dana Bagi Hasil ke daerah. Menurut Sri, opsi ini kemudian diambil pemerintah dengan tiga tujuan yakni melindungi rakyat,mencapai pertumbuhan ekonomi, dan APBN.
Alasannya subsidi dan bansos tersebut dapat menguatkan konsumsi masyarakat yang dapat menciptakan momentum pemulihan ekonomi.
Dalam pertemuan tersebut, ia juga mengusulkan penyesuaian beban subsidi dan kompensasi sektor energi. Sebab, harga minyak mentah Indonesia sudah berada di atas $100 per barel dari asumsi di APBN 2022 sebesar $63 per barel. Selain itu, kebijakan tersebut bertujuan untuk menjaga Badan Usaha menjadi sehat dan menjaga ketersediaan energi nasional.
“Harga keekonomian sudah jauh di atas harga asumsi atau harga yang digunakan untuk mengalokasikan subsidi APBN untuk minyak tanah, solar, LPG, dan Pertalite,” jelas Sri.
Ia juga mengusulkan penambahan bagi perlindungan sosial sebesar Rp18,6 triliun yang diberikan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai kepada 20,65 juta kelompok penerima manfaat dan bantuan produktif usaha mikro. Dengan demikian, total perlindungan sosial di dalam APBN 2022 mencapai Rp431,5 triliun.
Semua fraksi dalam Banggar DPR menyetujui usulan dari pemerintah terkait penggunaan tambahan pendapatan dan tambahan perlindungan sosial.
Kendati, Anggota Banggar DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sosial (PKS) Ecky Awal Muharram memberikan sejumlah catatan terkait usulan pemerintah soal APBN tersebut. Salah satunya yaitu meminta pemerintah menjelaskan kembali penggunaan Pasal 42 Ayat 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2022 tentang APBN yang berbunyi, "Dalam keadaan darurat, Pemerintah dapat melakukan langkah-langkah antisipasi dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat."
"Proyeksi pendapatan negara atau peningkatan belanja negara secara signifikan. Dalam konteks penerimaan, negara tidak menunjukkan itu," jelas Ecky.
Kendati demikian, Ecky tetap menerima usulan pemerintah dan penggunaan Pasal 42 Ayat 1 UU tentang APBN sebagai dasar pengambilan kebijakan ini.
Sementara itu, Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menjelaskan makna darurat dalam pasal tersebut yaitu salah satu indikatornya ada deviasi asumsi dasar makro dan meningkatnya belanja negara secara signifikan untuk membayar subsidi atau kompensasi karena kenaikan harga minyak mentah Indonesia. [sm/em]