Kurangnya pengelolaan yang profesional dan pembukuan yang buruk membuat aset bernilai miliaran dolar yang dipegang organisasi-organisasi amal Muslim tak terpakai, padahal seharusnya dapat mendukung upaya mengurangi kemiskinan, menurut sebuah studi yang hasilnya dikeluarkan Selasa (25/3).
Zakat dan wakaf telah ada berabad-abad lamanya, namun penggunaannya belum berkembang secara efisien, menurut laporan dari Lembaga Riset dan Pelatihan Islami (IRTI) dan Thomson Reuters.
Aset-aset ini termasuk portfolio real estate yang sangat besar dan seringkali tidak dikelola dengan baik, yang seharusnya dapat mengurangi kemiskinan di seluruh masyarakat Muslim, menurut studi tersebut.
"Pada tingkat mikro, lembaga-lembaga di sektor ini perlu membahas masalah keberlanjutan pasokan dana," ujar Azmi Omar, direktur jenderal IRTI, unit dari Bank Pembangunan Islami yang berbasis di Jeddah.
Hal ini dapat melibatkan para profesional yang cukup terlatih tidak hanya dalam ekonomi syariah, namun juga dalam teknik-teknik manajemen finansial modern untuk lembaga amal dan nirlaba, tambahnya.
Studi ini memperkirakan bahwa donasi zakat dapat menyumbang secara signifikan pada pengentasan kemiskinan di negara-negara dengan populasi Muslim besar seperti Indonesia, India, Pakistan, Bangladesh, Malaysia, Singapura dan Brunei.
Kelompok minoritas Muslim di India dan Singapura, misalnya, dapat mengumpulkan zakat dalam kisaran sekitar 0,26 persen sampai 0,65 persen dari produk domestik bruto mereka.
Pertumbuhan kontribusi zakat di negara-negara ini seringkali ada pada dua digit: Indonesia mengumpulkan US$231,6 juta (Rp 2,6 triliun) pada 2012, naik 27,3 persen dari tahun sebelumnya; Pakistan mengumpulkan $105 juta pada 2011, naik 34,5 persen dari tahun sebelumnya.
Malaysia memiliki salah satu pengumpulan donasi terbesar dengan 1,6 miliar ringgit ($497 juta) pada 2011, 20,3 persen lebih besar daripada tahun sebelumnya.
Meski tidak ada data resmi dari India, laporan tersebut memperkirakan zakat tahunan total yang dikumpulkan mencapai $1,5 miliar.
Namun sulit memobilisasi sumber-sumber daya ini karena kurangnya standar dan definisi yang diterima secara global mengenai aset apa yang bisa dijadikan zakat dan bagaimana memperkirakan donasi zakat, menurut studi tersebut.
Wakaf
Studi itu juga menyoroti aset-aset wakaf, dimana India lagi-lagi memiliki potensi belum tergali yang terbesar.
Ada sekitar 490.000 wakaf yang terdaftar di India dengan wilayah total sekitar 243,000 hektar dan nilai pembukuan sekitar 60 miliar rupee ($987 juta).
Sebagian besar dari properti ini terletak di pusat-pusat kota ran nilai pasar saat ini jauh lebih tinggi dari nilai tercatat, menurut studi tersebut.
Pendapatan tahunan saat ini dari properti-properti tersebut sekitar 1,63 miliar rupee, setara dengan 2,7 persen pengembalian dalam nilai tercatat. Jika dikelola secara baik, properti-properti itu dapat memberikan hasil yang jauh lebih besar, ujar studi tersebut.
Di Bangladesh, a sebuah survei pemerintah mengidentifikasi 150.593 properti wakaf di negara tersebut, meski hanya 15.300 yang terdaftar pada lembaga administrasi wakaf.
Di Indonesia, tanah wakaf yang terdaftar mencapai 1.400 kilometer persegi, namun tidak terpakai, sementara nilai pasar diperkirakan Rp 590 triliun. (Reuters)
Zakat dan wakaf telah ada berabad-abad lamanya, namun penggunaannya belum berkembang secara efisien, menurut laporan dari Lembaga Riset dan Pelatihan Islami (IRTI) dan Thomson Reuters.
Aset-aset ini termasuk portfolio real estate yang sangat besar dan seringkali tidak dikelola dengan baik, yang seharusnya dapat mengurangi kemiskinan di seluruh masyarakat Muslim, menurut studi tersebut.
"Pada tingkat mikro, lembaga-lembaga di sektor ini perlu membahas masalah keberlanjutan pasokan dana," ujar Azmi Omar, direktur jenderal IRTI, unit dari Bank Pembangunan Islami yang berbasis di Jeddah.
Hal ini dapat melibatkan para profesional yang cukup terlatih tidak hanya dalam ekonomi syariah, namun juga dalam teknik-teknik manajemen finansial modern untuk lembaga amal dan nirlaba, tambahnya.
Studi ini memperkirakan bahwa donasi zakat dapat menyumbang secara signifikan pada pengentasan kemiskinan di negara-negara dengan populasi Muslim besar seperti Indonesia, India, Pakistan, Bangladesh, Malaysia, Singapura dan Brunei.
Kelompok minoritas Muslim di India dan Singapura, misalnya, dapat mengumpulkan zakat dalam kisaran sekitar 0,26 persen sampai 0,65 persen dari produk domestik bruto mereka.
Pertumbuhan kontribusi zakat di negara-negara ini seringkali ada pada dua digit: Indonesia mengumpulkan US$231,6 juta (Rp 2,6 triliun) pada 2012, naik 27,3 persen dari tahun sebelumnya; Pakistan mengumpulkan $105 juta pada 2011, naik 34,5 persen dari tahun sebelumnya.
Malaysia memiliki salah satu pengumpulan donasi terbesar dengan 1,6 miliar ringgit ($497 juta) pada 2011, 20,3 persen lebih besar daripada tahun sebelumnya.
Meski tidak ada data resmi dari India, laporan tersebut memperkirakan zakat tahunan total yang dikumpulkan mencapai $1,5 miliar.
Namun sulit memobilisasi sumber-sumber daya ini karena kurangnya standar dan definisi yang diterima secara global mengenai aset apa yang bisa dijadikan zakat dan bagaimana memperkirakan donasi zakat, menurut studi tersebut.
Wakaf
Studi itu juga menyoroti aset-aset wakaf, dimana India lagi-lagi memiliki potensi belum tergali yang terbesar.
Ada sekitar 490.000 wakaf yang terdaftar di India dengan wilayah total sekitar 243,000 hektar dan nilai pembukuan sekitar 60 miliar rupee ($987 juta).
Sebagian besar dari properti ini terletak di pusat-pusat kota ran nilai pasar saat ini jauh lebih tinggi dari nilai tercatat, menurut studi tersebut.
Pendapatan tahunan saat ini dari properti-properti tersebut sekitar 1,63 miliar rupee, setara dengan 2,7 persen pengembalian dalam nilai tercatat. Jika dikelola secara baik, properti-properti itu dapat memberikan hasil yang jauh lebih besar, ujar studi tersebut.
Di Bangladesh, a sebuah survei pemerintah mengidentifikasi 150.593 properti wakaf di negara tersebut, meski hanya 15.300 yang terdaftar pada lembaga administrasi wakaf.
Di Indonesia, tanah wakaf yang terdaftar mencapai 1.400 kilometer persegi, namun tidak terpakai, sementara nilai pasar diperkirakan Rp 590 triliun. (Reuters)