Menulis di jurnal Energy Research & Social Science, Benjamin Sovacool, direktur Sussex Energy Group di University of Sussex, mengatakan, dunia bisa melepaskan ketergantungan pada bahan bakar yang mencemari lingkungan ini secara cepat, mengingat “upaya dalam berbagai skala, antar-disiplin, serta bersifat kolaborasi” yang dilakukan.
“Bergerak ke sistem energi yang baru, lebih bersih, akan membutuhkan pengalihan signifikan dalam teknologi, regulasi politik, tarif, dan rejim penetapan harga, serta perilaku pemakai dan perintis energi baru,” katanya.
Ditambahkannya, masa lalu bisa memberi beberapa petunjuk bagaimana transisi dari bahan bakar fosil ke bentuk energi yang lebih bersih dan berkesinambungan berlangsung.
Misalnya, peralihan Eropa dari kayu ke batu bara berlangsung antara 96 dan 160 tahun, tetapi hanya perlu 47 sampai 69 tahun untuk listrik menjadi sumber utama.
Transisi ke energi lebih bersih bisa dipercepat oleh beberapa faktor, katanya, dan dia mengutip “kelangkaan sumber daya, ancaman perubahan iklim, serta peningkatan besar-besaran dari pembelajaran teknologi dan inovasi.”
Dia mencontohkan Indonesia, katanya, dua pertiga populasi beralih dari kompor minyak ke kompor LPG hanya dalam 3 tahun. Perancis dari 1970 sampai 1982, memproduksi listrik dengan tenaga nuklir dari 4 persen menjadi 40 persen.
Semua ini, kata Sovacool, dilakukan dengan “intervensi pemerintah yang kuat digabungkan dengan perubahan dalam perilaku konsumen.” [jm]