Tautan-tautan Akses

Studi: Runtuhnya Permafrost Mempercepat Perubahan Iklim


Harold Ilmar, yang bertanggung jawab menghentikan erosi lapisan tanah beku atau permafrost, berjalan di kawasan yang terdampak di desa Yupik Eskimo, Yukon Delta, Alaska, 19 April 2019. (Foto: AFP)
Harold Ilmar, yang bertanggung jawab menghentikan erosi lapisan tanah beku atau permafrost, berjalan di kawasan yang terdampak di desa Yupik Eskimo, Yukon Delta, Alaska, 19 April 2019. (Foto: AFP)

Permafrost atau lapisan tanah yang membeku di Kanada, Alaska, dan Siberia hancur secara tiba-tiba dan bisa melepas simpanan gas rumah kaca lebih cepat dari yang diperkirakan, seperti yang telah diperingatkan oleh para ilmuwan. 

Para ilmuwan mengkhawatirkan perubahan iklim yang telah menghangatkan Arktik atau Kutub Utara dan daerah sekitarnya dua kali lebih cepat dibandingkan rata-rata global, akan melepaskan karbon dioksida (CO2) yang dapat menghangatkan bumi.

Tidak hanya karbon dioksida, gas metana yang tersimpan selama ribuan tahun di dalam lapisan bumi yang membeku, juga bisa terlepas akibat suhu hangat.

Awalnya diperkirakan bahwa proses ini akan terjadi secara berkala dan memberi cukup waktu kepada umat manusia untuk melepas emisi karbon secukupnya, guna mencegah permafrost mencair, agar tidak terus meleleh sehingga dapat menciptakan pemanasan global.

Namun, menurut sebuah kajian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Geoscience belum lama ini, proyeksi jumlah karbon dioksida yang dapat dilepaskan oleh pencairan es secara perlahan dan stabil ini tidak memperhatikan beberapa jenis bongkahan es yang bisa hancur secara tiba-tiba dalam waktu hitungan hari.

"Walaupun pencairan permafrost secara tiba-tiba ini akan terjadi di kurang dari 20 persen wilayah yang beku, hal ini akan meningkatkan proyeksi pelepasan karbon permafrosthingga sekitar 50 persen,” ujar peneliti utama, Merritt Turetsky, yang juga adalah kepala dari Institute of Arctic and Alpine Research di Boulder, Colorado.

“Dengan adanya berbagai skenario mengenai pemanasan di masa depan, pencairan secara tiba-tiba ini melepaskan sejumlah karbon ke atmosfer,” kata Turetsky kepada AFP.

Permafrost mengandung batu-batuan, tanah, pasir, dan lapisan es. Kandungan karbonnya yang kaya adalah sisa-sisa kehidupan yang pernah ada di Kutub Utara, termasuk tanaman, hewan, dan mikroba.

Masalah ini terpendam selama ribuan tahun.

Permafrost ini membentang ke wilayah yang luasnya hampir sama dengan kombinasi negara Amerika dan Kanada, serta menyimpan sekitar seribu lima ratus ton karbon, dua kali lebih banyak dari yang ada di dalam atmosfer dan tiga kali lebih banyak dari yang dilepaskan manusia sejak revolusi industri.

Sebagian dari tanah yang dulunya sekeras batu ini mulai melunak, mengubah kehidupan masyarakat adat dan mengancam infrastruktur industri hingga ke wilayah dekat Kutub Utara, khususnya Rusia.

Bukti ini mempertanyakan apakah permafrostyang tidak permanen ini mulai melepaskan gas metana atau karbon dioksida dalam jumlah yang signifikan.

Proyeksinya juga tidak pasti, di mana para ilmuwan mengatakan emisi masa depan dapat diimbangi dengan vegetasi baru yang dapat menyerap dan menyimpan karbon dioksida.

Namun, para ilmuwan mengatakan tak perlu diragukan lagi, bahwa permafrostakan terus menghilang dengan naiknya suhu.

Sebuah laporan studi yang dirilis September lalu menyatakan, badan ilmiah perubahan iklim PBB atau IPCC melihat adanya dua skenario.

Jika manusia bisa mencegah pemanasan global pada suhu di bawah dua Celsius sesuai tujuan utama dari perjanjian iklim Paris tahun 2015, “wilayah permafrost menunjukkan penurunan sebesar 24 persen pada 2100.”

Menurut IPCC, Dalam kasus yang ekstrem, jika emisi bahan bakar fosil terus meningkat hingga 50 tahun ke depan, satu hal yang mungkin tak akan terjadi, hingga 70 persen permafrost dapat menghilang.

Studi tersebut juga mencatat bahwa model iklim yang ada saat ini tidak memperhitungkan kemungkinan runtuhnya permafrost dalam waktu yang cepat dan jumlah gas yang mungkin dilepaskan.

Pencairan secara tiba-tiba adalah hal yang “cepat dan dramatis,” ujar Turetsky. Ia menambahkan, “Hutan bisa berubah menjadi danau hanya dalam waktu satu bulan, tanah longsor dapat terjadi tanpa peringatan, dan liang rembesan metana yang tak terlihat bisa menelan mobil salju.” [di/ft]

XS
SM
MD
LG