Ummat Kristiani dalam jumlah besar menghadiri perayaan Malam Natal di Bethlehem, kota di wilayah Tepi Barat tahun ini.
Pramuka Palestina memulai perayaan Malam Natal dengan berpawai ke Alun-alun Manger di Bethlehem. Alun-alun itu dihiasi dengan pohon-pohon natal, lampu-lampu, bintang-bintang dan bendera-bendera Palestina. Kemudian iring-iringan biarawan berjalan khidmat menuju jalan-jalan berbatu.
Para biarawan berpakaian jubah putih berjalan menuju Gereja Nativitas, di mana menurut tradisi Kristen Yesus Kristus dilahirkan.
Ribuan warga Palestina menyaksikan bersama jemaat dari seluruh dunia. Robert Chege, yang datang dari Nairobi, Kenya, mengatakan Bethlehem pada hari Natal memberikan perasaan keagamaan.
“Sungguh menarik jika kita berpikir darimana Kristus sesungguhnya berasal. Dengan merasakan Kristus di dalam hati dan menjadikan Ia bagian terbesar hidup saya, saya ingin tahu lebih banyak tentang latar belakang-Nya, di mana Ia menginjakkan kaki-Nya, di mana Ia berada. Sungguh sangat menakjubkan,” kata Chege.
Pariwisata ke Bethlehem melonjak tahun ini karena redanya kekerasan di Tepi Barat. Hal ini merupakan berita baik bagi penjaga toko Nadia Hazboun, warga Palestina.
Hazboun berkata, “Tentu saja sangat baik. Betlehem nampak indah sekarang, dan lihat, banyak orang ingin membuka restauran, toko, dan sejenisnya. Saya rasa Betlehem sekarang nampak hidup.”
Tetapi suasana itu diredupkan oleh tembok pemisah Israel yang mengelilingi Betlehem. Israel memasang tembok pemisah itu untuk menanggapi gelombang pemboman bunuh diri, tetapi Hazboun mengatakan tembok itu membatasi Bethlehem.
“Bethlehem sekarang seperti penjara karena tembok itu. Tembok itu berdampak buruk bagi Bethlehem,” tambah Hazboun.
Para jemaat tidak terpengaruh oleh ketegangan politik. Sekitar 90.000 wisatawan diperkirakan berada di Bethlehem selama liburan Natal, 30 persen lebih tinggi daripada tahun lalu. Dan itu menguntungkan Israel maupun Palestina.