Sebuah pengadilan di Sudan hari Senin (30/12) menjatuhkan hukuman mati dengan digantung terhadap 27 anggota pasukan keamanan karena telah menyiksa dan membunuh seorang demonstran yang ditahan selama pergolakan menentang Omar Al Bashir awal tahun ini.
Putusan, yang dapat diubah dengan mengajukan banding itu, merupakan yang pertama terkait pembunuhan lebih dari 200 demonstran pro-demokrasi sejak dimulainya demonstrasi Desember 2018 lalu.
“Kami sekarang yakin revolusi kami berada di jalan yang benar,” ujar Amna Mohammed, seorang demonstran. Ia merupakan salah seorang yang bersorak menyambut pengumuman putusan itu, di luar gedung pengadilan di Omdurman, ibu kota kembar Khartoum.
Kematian Ahmed Al-Khair, seorang guru yang ikut berdemonstrasi, ketika ia ditahan Februari lalu, merupakan titik penting dan simbol dalam pemberontakan yang telah mengguncang negara di Afrika itu. Demonstrasi itu pada April lalu memicu penggulingan Al Bashir dan membentuk Dewan Kedaulatan militer-sipil bersama, yang telah berkomitmen untuk membangun kembali negara itu dan melangsungkan pemilu dalam waktu tiga tahun.
Peringatan pemberontakan itu bulan Desember ini telah menarik banyak orang kembali turun ke jalan-jalan di sejumlah kota besar dan kecil di seluruh Sudan, di mana orang-orang bernyanyi, menari dan mengibarkan bendera-bendera. Sebuah kereta api yang dipadati demonstran yang bersuka cita, bertepuk tangan dan berteriak-teriak, tiba di bagian utara kota Atbara, di mana terjadinya awal pergolakan .
The Sudanese Professionals Association, salah satu payung serikat pekerja yang memimpin demonstrasi terhadap Al Bashir, menyambut baik putusan pengadilan hari Senin itu. Kelompok itu bertekad akan terus melanjutkan dan menyeret petugas keamanan yang melakukan penyiksaan ke meja hijau. (em/ii)