Survei internal yang dilakukan oleh BPN Prabowo-Sandi menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan dengan perolehan survei-survei lainnya, dimana elektabilitas pasangan capres dan cawapres nomor urut 01 Jokowi-Maruf 38 persen, dan pasangan capres dan cawapres nomor urut 022 Prabowo-Sandi mencapai 62 persen.
Direktur Kampanye BPN Prabowo-Sandi Sugiono mengatakan survei tersebut merupakan hasil survei terbaru pekan lalu, yang dilakukan pada 1.440 responden di 34 provinsi di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa metode yang dipakai dalam survei internal ini tidak jauh berbeda dengan metode yang dilakukan oleh berbagai lembaga survei yang ada, meski menolak merinci kelompok masyarakat apa yang menjadi respondennya.
Sugiyono juga tidak merinci jumlah margin of error, swing voters dan undecided voters, seperti yang dilakukan oleh lembaga survei lainnya.
Ia mengatakan pihaknya ingin menjelaskan kepada masyarakat bahwa hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei yang ada di Indonesia, cenderung menggiring opini publik, yaitu bahwa elektabilitas pasangan Prabowo-Sandi selalu berada di bawah Jokowi-Maruf; padahal kenyataan di lapangan tidak demikian.
“Nanti kalau misalnya tadi saya bilang kalau pada saat ini, punya assessment itu di 62 persen. Terus yang selama ini juga beredar bahwa pasangan Prabowo-Sandi itu selalu berada pada angka yang lebih rendah dari itu, kemudian pada suatu saat bahwa misalnya yang keluar itu yang lebih rendah dari situ terus dianggap sesuatu yang benar, kita tidak inginkan," ujar Sugiyono dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (8/4)
Ia melanjutkan, "Pertemuan pada sore hari ini kita ingin memberikan informasi yang sifatnya berimbang, kita juga ingin memberi warning kepada masyarakat bahwa loh, tidak semua apa yang terjadi itu kadang-kadang mencerminkan apa yang sebenarnya, karena banyak juga teman-teman khususnya dari pers asing kepada kita, bagaimana standing Prabowo-Sandi di pemilu presiden 2019 ini, kok anda selalu berada di bawah kalau di survei-suvery, seperti itu, itu kan kemudian persepsi yang timbul di benak mereka, karena apa yang tersaji di media, di berita-berita, di masyarakat seperti itu, itu yang mereka tangkap.”
Indikator yang membuat elektabilitas Prabowo-Sandi dalam survei internal itu mencapai 62 persen adalah karena kinerja pemerintah sekarang yang buruk, “seperti apa yang selalu dikatakan oleh Prabowo dalam setiap kampanye bahwa perekonomian yang buruk, anggaran negara yang bocor, memang berdampak langsung dalam kehidupan dan itulah yang memang dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujar Sugiyono.
“Akibatnya permasalahan langsung yang dirasakan oleh rakyat. Masyarakat banyak yang tidak bisa mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang baik karena RS yang tidak dibayar sehingga banyak yang tidak bisa memberikan pelayanan lebih jauh, dan harga-harga yang mahal, harga listrik yang mahal sebagai akibat dari tidak efisiennya pemerintahan, dan itu yang mereka rasakan langsung, pesan itu secara konsisten terus menerus disampaikan oleh Prabowo, dimana saja ia berada, tiap moment beliau berbicara dan, itulah yang membuat masyarakat berpikir akhir bahwa benar apa yang disampaikan oleh Prabowo, yang semua kita rasakan kita yakini, oleh karena itu kita dukung, dan mereka menunjukkan suportnya,” jelas Sugiyono.
TKN Jokowi-Ma’ruf: Survei BPN Tunjukkan Rasa Ketakutan
Menanggapi hal ini, Juru Bicara TKN Jokowi-Maruf Irma Suryani Chaniago mengatakan survei internal yang dilakukan oleh BPN Prabowo-Sandi menunjukkan ketakutan sebagai pihak yang akan kalah. Menurutnya, klaim elektabilitas bukanlah hal yang bijaksana untuk dilakukan karena hasil yang paling benar adalah hasil suara setelah tanggal 17 April nanti.
Pihaknya mengaku mempunyai survei internal juga, namun tidak untuk disampaikan kepada publik. Irma mengatakan bahwa survei internal dan juga survei lembaga-lembaga survei yang ada di Indonesia menjadi landasan bagi TKN untuk lebih bekerja keras lagi demi memenangkan pilpres. Ia menggarisbawahi pihaknya akan menghormati siapapun yang nantinya memenangkan pilpres ini.
“Punya, kami juga punya survei internal, tapi maaf kami ini hanya menggunakan survei internai ini untuk landasan kami bekerja, bukan untuk klaim, kenapa karena kalau kami ikut-ikutan klaim juga, itu namanya narsis, ngelakuin survei sendiri, umumin sendiri, kemudian akui sendiri. Jadi kami menghargai seluruh survei, baik itu yang merugikan maupun yang menguntungkan, itu kami jadikan tolak ukur bagaimana ke depan kami bisa memenangkan pilpres ini. Dan kami gak pernah mau klaim-klaim selama ini, ngapain? Tidak ada gunanya. Gak perlu di share ke public, masa strategi kita di kasih tahu ke orang-orang. Kalau survei internal ngapain kita keluarin, namanya juga survei internal,” tegas Irma. (gi/em)