Hasil survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan sekitar 59 persen warga setuju dengan keputusan pemerintah yang membubarkan organisasi Front Pembela Islam (FPI). Survei secara tatap muka pada 28 Februari sampai 5 Maret 2021 ini melibatkan 1.064 responden yang dipilih secara acak dengan tingkat kesalahan kurang lebih 3,07 persen.
Manajer program SMRC, Saidiman Ahmad mengatakan, langkah pemerintah membubarkan FPI pada tahun lalu mendapat dukungan dari masyarakat. Pada temuan survei itu, Saidiman memaparkan terdapat 71 persen dari total responden mengetahui organisasi FPI. Dari jumlah yang tahu itu, 77 mengetahui bahwa FPI telah dilarang dan dibubarkan.
“Dan dari yang tahu FPI dibubarkan, itu 59 persen di antaranya atau 32 persen dari populasi (responden) setuju dengan pembubaran tersebut. Ada 35 persen atau 19 persen dari populasi yang tidak setuju,” kata Saidiman dalam paparan survei SMRC, Selasa (6/4).
Lanjutnya, kendati mayoritas warga menyatakan setuju dengan pembubaran FPI. Namun, tingkat dukungan masyarakat terhadap pembubaran FPI tidak sekuat saat pelarangan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dalam hasil survei itu menunjukkan ada 32 persen yang mengetahui HTI, dari yang tahu itu, sekitar 76 persen atau 24 persen dari jumlah responden tahu bahwa organisasi itu dilarang.
“Dari HTI yang dilarang itu ada 79 persen atau 19 persen dari jumlah populasi setuju pelarangan tersebut. Itu yang tidak setuju 13 persen atau 3 persen dari populasi,” sebut Saidiman.
Masih kata Saidiman, setuju atau tidaknya para responden terhadap pembubaran FPI dan HTI juga terkait dengan penilaian atas kinerja pemerintah serta evaluasi pada kondisi ekonomi politik.
“Warga yang kurang atau tidak puas dengan kinerja presiden serta menilai kondisi politik, ekonomi, keamanan, penegakan hukum sekarang dalam keadaan buruk itu juga cenderung lebih positif pada HTI dan FPI, dibanding yang menilai sebaliknya,” ungkapnya.
Masyarakat Mulai Paham Langkah Pemerintah
Menanggapi hasil survei itu, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ali Munhanif menilai masyarakat mulai sadar tentang betapa pentingnya langkah-langkah pemerintah dalam menangani sejumlah organisasi yang dianggap radikal.
“Lama-kelamaan sepak terjang organisasi FPI dan HTI sebenarnya sudah mulai tergeser menjadi organisasi yang dianggap sebagai faktor pengganggu stabilitas sosial dan keamanan. Itu berarti bahwa persepsi publik yang setuju pembubaran FPI dan HTI itu benar-benar didasarkan pada pengetahuan mereka yang mendalam tentang terjang organisasi itu,” kata Ali.
Menurutnya, hasil survei terhadap FPI dan HTI yang telah dibubarkan itu memberi gambaran bahwa organisasi sosial berbasis Islam yang selama ini dianggap sebagai ujung tombak kepentingan umat Muslim saat ini mulai terkelupas aspek ideologinya.
“Mulai terjadi kesadaran publik bahwa FPI sebenarnya tidak sepenuhnya membela Islam saja. Tapi juga membela kepentingan-kepentingan politis,” ujar Ali.
Seperti diketahui, pemerintah telah membubarkan FPI melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) enam menteri dan kepala lembaga pada Rabu, 30 Desember 2020. Usai diumumkannya SKB tersebut, FPI dilarang berkegiatan serta menggunakan simbol serta atribut organisasi. Sedangkan, status badan hukum organisasi HTI pada 19 Juli 2017, resmi dicabut pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.
Pencabutan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. [aa/em]