Puluhan demonstran berkumpul di Kota Douma, Suriah, pada Rabu (1/1), menuntut kejelasan tentang nasib empat aktivis terkenal yang diculik lebih dari satu dekade lalu.
Sambil mengangkat foto-foto aktivis yang hilang, para demonstran meminta para penguasa baru Suriah – kelompok pemberontak yang dipimpin oleh kaum Islamis yang merebut kekuasaan bulan lalu - untuk menyelidiki apa yang terjadi pada mereka.
“Kami di sini karena ingin mengetahui semua kebenaran tentang dua perempuan dan dua laki-laki yang menghilang dari tempat ini 11 tahun 22 hari lalu,” kata aktivis Yassin Al-Haj Saleh, yang istrinya Samira Khalil termasuk di antara mereka yang diculik.
Pada Desember 2013, Khalil, Razan Zeitouneh, Wael Hamada, dan Nazem al-Hammadi diculik oleh sekelompok orang bersenjata tak dikenal. Keempatnya diculik di kantor kelompok hak asasi manusia yang mereka pimpin bersama, di kota yang saat itu dikuasai pemberontak di luar Damaskus.
Keempatnya memainkan peran aktif dalam perlawanan terhadap pemerintahan Bashar al-Assad pada 2011, dan juga mendokumentasikan pelanggaran, termasuk yang dilakukan oleh kelompok pemberontak Islam Jaish al-Islam yang menguasai wilayah Douma pada tahap awal perang saudara setelahnya.
Tidak ada kelompok yang mengeklaim penculikan keempat aktivis tersebut dan tidak ada kabar dari mereka sejak saat itu.
Banyak orang di Douma yang menyalahkan Jaish al-Islam, tetapi kelompok pemberontak tersebut membantah terlibat.
“Kami memiliki cukup bukti yang memberatkan Jaish al-Islam, dan kami memiliki nama-nama tersangka yang kami inginkan untuk diselidiki,” kata Haj Saleh.
Dia menginginkan “para pelaku diadili oleh pengadilan Suriah”.
Mencari kebenaran
Nasib puluhan ribu orang yang hilang di bawah kekuasaan Assad adalah pertanyaan utama bagi para penguasa sementara Suriah, setelah lebih dari 13 tahun perang saudara yang menghancurkan. Perang itu menyebabkan lebih dari setengah juta orang tewas.
“Kami di sini karena kami menginginkan kebenaran. Kebenaran tentang nasib mereka dan keadilan bagi mereka, sehingga kami dapat menyembuhkan luka kami,” kata Alaa al-Merhi, 33, keponakan Khalil.
Khalil adalah seorang aktivis terkenal yang berasal dari minoritas Alawi -kelompok asal keluarga Assad- yang dipenjara mulai 1987 hingga 1991 karena menentang pemerintahan tangan besi mereka.
Suaminya juga seorang aktivis hak asasi manusia terkenal yang ditahan pada 1980 dan dipaksa tinggal di luar negeri selama bertahun-tahun.
“Kami sebagai keluarga mencari keadilan, untuk mengetahui nasib mereka dan meminta pertanggungjawaban orang-orang yang melakukan penculikan itu,” tambahnya.
Bekas luka perang
Zeitouneh adalah salah satu pemenang penghargaan hak asasi manusia parlemen Eropa pada 2011. Sebagai seorang pengacara, dia telah menerima ancaman dari pemerintah dan pemberontak sebelum dia menghilang. Suaminya, Hamada, diculik bersamanya.
Hanya sebulan yang lalu, sebuah aksi demo tidak bisa terbayangkan bisa dilakukan di Douma, bekas kubu pemberontak yang harus membayar harga mahal karena bangkit melawan Assad.
Douma terletak di Ghouta Timur, wilayah yang dikuasai oleh faksi pemberontak dan jihadis selama sekitar enam tahun hingga pasukan pemerintah merebutnya kembali pada 2018 setelah pengepungan yang panjang dan berdarah.
Pengepungan Ghouta Timur memuncak dalam serangan dahsyat oleh tentara yang menewaskan sedikitnya 1.700 warga sipil sebelum kesepakatan dicapai, yang menyebabkan para pejuang dan warga sipil dievakuasi ke Suriah utara.
Douma masih menyimpan luka-luka perang saudara, dengan banyak bangunan yang hancur karena dibom.
Selama konflik, semua pihak dituduh menculik dan mengeksekusi lawan tanpa melewati proses pengadilan. [ns/uh]
Forum