Tautan-tautan Akses

20 Tahun Mandeg di DPR, Empat Lembaga Negara Desak Pengesahan Segera RUU PPRT


Para PRT menggelar tenda bertuliskan "Menunggu Mbak Puan Berdialog dengan PRT korban" agar segera membawa RUU PPRT ke Rapat Paripurna DPR RI. (Foto: Jala PRT)
Para PRT menggelar tenda bertuliskan "Menunggu Mbak Puan Berdialog dengan PRT korban" agar segera membawa RUU PPRT ke Rapat Paripurna DPR RI. (Foto: Jala PRT)

Empat lembaga negara mendesak DPR agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau RUU PPRT. Mereka menilai tidak ada lagi alasan yang signifikan untuk menunda pelaksanaan RUU PPRT yang sudah 20 tahun mandeg di DPR.

Empat lembaga negara yang memiliki mandat untuk melindungi hak asasi manusia (HAM) menyampaikan desakan pengesahan RUU PPRT karena sisa masa tugas DPR periode 2019-2024 yang hanya tiga bulan lagi. Jika hingga masa tugas DPR periode ini berakhir belum ada nomor daftar inventaris masalah (DIM) yang disepakati, maka RUU PPRT harus dimulai kembali dari tahap perencanaan pada DPR periode berikutnya.

Keempat lembaga tersebut adalah Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komisi Nasional Disabilitas.

Wakil Ketua Komnas Perempuan Olivia Chadijah Salampessy mengatakan banyaknya kasus kekerasan yang dialami pekerja rumah tangga harusnya menjadi pertimbangan DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT. Terlebih karena Maret lalu DPR telah menetapkannya sebagai RUU Inisiatif DPR. Presiden Joko Widodo juga telah mengirimkan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) RUU PPRT ke pimpinan DPR dan menunjuk kementerian yang mewakili pemerintah untuk membahasnya bersama DPR. Lebih dari 20 tahun RUU PPRT tak kunjung diloloskan, tambah Olivia.

Aksi Jala PRT menuntut pengesahan RUU PPRT dalam aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta Rabu (15/2/2023). (Foto: Jala PRT/Koalisi)
Aksi Jala PRT menuntut pengesahan RUU PPRT dalam aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta Rabu (15/2/2023). (Foto: Jala PRT/Koalisi)

"Mayoritas pekerja rumah tangga dan pemberi kerja adalah perempuan. Komnas Perempuan berkepentingan untuk mendukung perlindungan perempuan dari tindak diskriminasi dan kekerasan," kata Olivia.

Komnas Perempuan telah melakukan berbagai upaya agar RUU PPRT dibahas dan disahkan. Sehubungan dengan hal tersebut, tentunya Komnas Perempuan meminta DPR periode 2019-2024 segera membahas, menetapkan, dan mengesahkan RUU PPRT menjadi undang-undang," imbuhnya.

PRT Wajib Dilindungi Undang-Undang

Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan lembaganya memberikan perhatian khusus untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU PPRT karena pekerja rumah tangga adalah kelompok yang rentan mengalami pelanggaran HAM.

Selama ini Komnas HAM, tambah Anis, telah banyak menerima pengaduan terkait hal ini, mulai dari kekerasan fisik dan seksual, tidak digaji, tidak diperkenankan kontak dengan keluarga selama bekerja, hingga perdagangan orang. Secara khusus Komnas HAM telah melakukan kajian intensif pada 2021 yang menyimpulkan bahwa jenis pekerjaan ini layak dilindungi dengan undang-undang yang tegas.

"(Penelitian itu) berkesimpulan untuk mendorong kondisi hak asasi yang kondusif bagi penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak bagi pekerja rumah tangga dibutuhkan adanya satu regulasi yang melindungi dalam bentuk undang-undang. Kehadiran sebuah undang-undang perlindungan PRT akan memberikan kepastian hukum kepada PRT dan pemberi kerja itu sendiri," ujarnya.

Ditambahkannya, keberadaan undang-undang yang secara khusus mengatur pekerja rumah tangga, akan mencegah segala bentuk diskriminasi, ekspolitasi, dan pelecehan terhadap mereka; termasuk mengatur dan memberi kepastian soal hubungan kerja yang saling menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Undang-undang ini juga dinilai akan meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan pengetahuan pekerja rumah tangga, serta meningkatkan kesejahteraan pekerja rumah tangga.

Pengesahan RUU PPRT, tegas Anis, akan meningkatkan posisi tawar Pemerintah Indonesia dalam mendorong perlindungan pekerja rumah tangga Indonesia di luar negeri.

Ketua KPAI Ai Maryati Solihah, dalam konferensi pers akhir pekan lalu, menjelaskan bahwa sekitar 15 persen dari total PRT di Tanah Air masih berusia anak-anak. Menurutnya ini merupakan suatu ironi karena sejak 2022 pemerintah sudah menetapkan tidak ada lagi pekerja anak.

Ratusan PRT berunjuk rasa di depan Istana Merdeka Jakarta, 22 Februari 2023, mendorong pengesahan RUU PPRT. (Foto: Indra Yoga/VOA)
Ratusan PRT berunjuk rasa di depan Istana Merdeka Jakarta, 22 Februari 2023, mendorong pengesahan RUU PPRT. (Foto: Indra Yoga/VOA)

“Faktanya tidak demikian,” ujar Ai, “malah banyak yang hak dasarnya tidak dilindungi, dibayar murah atau tidak dibayar.”

KPAI juga mendapati PRT anak-anak yang mengalami kekerasan seksual dan penyiksaan. Tak jarang tumbuh kembang mereka pun tidak optimal.

"Oleh sebab itu, KPAI melihat luputnya UU PPRT ini menjadi salah satu permasalahan secara sistematis. Kami menyatakan mari sama-sama kita jemput bonus demografi menuju Indonesia Emas dengan tidak ada lagi pekerja rumah tangga dari anak," tuturnya.

Mandeg di DPR 20 Tahun

Catatan Tahunan Komnas Perempuan menunjukkan selama 2019-2023 lembaga itu telah menerima 25 aduan terkait PRT. Sementara data di Jala PRT – yang merupakan jaringan 26 LSM yang mengadvokasi hak PRT – menunjukkan selama tahun 2018-2023 ada 2.641 kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.

Berbagai upaya telah dilakukan para aktivis yang memperjuangkan RUU PPRT ini, mulai dari unjuk rasa secara regular di depan pintu gerbang DPR, menulis surat kepada Ketua DPR, menghadiri sidang-sidang dengar pendapat, hingga mogok makan. Namun hingga laporan ini disampaikan, DPR bergeming. Upaya mendapatkan keterangan dari Ketua DPR Puan Maharani pun tak kunjung membuahkan hasil. [fw/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG