Tautan-tautan Akses

40 Tahun Ratifikasi Konvensi CEDAW, Mengapa Masih Banyak Regulasi Diskriminatif terhadap Perempuan?


Para buruh perempuan di sebuah pabrik rokok di Yogyakarta. (Foto: VOA/ Nurhadi)
Para buruh perempuan di sebuah pabrik rokok di Yogyakarta. (Foto: VOA/ Nurhadi)

Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui UU No.7 Tahun 1984. Namun, mengapa masih banyak regulasi turunannya yang justru tidak mengakomodasi prinsip-prinsip CEDAW itu?

Tahukah Anda jika di Indonesia masih ada sedikitnya 305 regulasi yang diskriminatif terhadap perempuan, meskipun sudah 40 tahun memasukkan prinsip-prinsip Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women/CEDAW)?

Dalam siaran pers pada Rabu (24/7) untuk mengkritisi 40 tahun ratifikasi CEDAW, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengatakan masih ada ratusan regulasi “yang mengontrol tubuh perempuan, membatasi kebebasan beragama dan berkeyakinan, diskriminatif terhadap minoritas seksual dan perempuan pekerja seks, membatasi akses layanan dasar – termasuk hak atas kesehatan seksual dan reproduksi – pada pengidap HIV/AIDS.

“Masih kurangnya pemahaman tentang CEDAW bagi eksekutif, legislatif, yudikatif, di tingkat nasional maupun lokal, dan juga masih ada sejumlah peraturan perundang-undangan baik di tingkat nasional maupun daerah yang diskriminatif terhadap perempuan," kata Wakil Ketua Yayasan Kalyanamitra Rena Herdiyani.

Para perempuan tampak mengenakan masker saat membatik di salah satu workshop di Jakarta, pada 1 Juli 2020. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)
Para perempuan tampak mengenakan masker saat membatik di salah satu workshop di Jakarta, pada 1 Juli 2020. (Foto: Reuters/Willy Kurniawan)

Ia mencontohkan CEDAW yang kebanyakan dipahami oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, tetapi belum dipahami oleh kementerian/lembaga lain, termasuk DPR.

Tantangan lainnya adalah CEDAW belum menjadi bagian integral dalam implementasi kebijakan dan terlembaga di kementerian dan lembaga, belum optimalnya pemantauan sistematik atas pelaksanaan rekomendasi, dan tidak adanya kesinambungan antar pejabat atau badan setelah terjadi pergantian pemerintahan.

Kemajuan vs Kemunduran

Meski demikian, ada beberapa kemajuan yang dicapai Indonesia dalam hal kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang sejalan dengan prinsip-prinsip CEDAW, antara lain Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Peguruan Tinggi, UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2024 tentang Koordinasi dan Pemantauan Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat secara khusus menyoroti belum sejalannya beberapa aturan dengan prinsip dan norma CEDAW, seperti UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 yang tidak memenuhi hak-hak perempuan terkait cuti melahirkan, cuti haid dan menyusui yang berbayar, dan juga hak-hak perempuan disabilitas. Pengesahan UU No.4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak juga berpotensi melembagakan peran dometik perempuan, mendiskriminasi perempuan dalam mengakses pekerjaan serta peluang peningkatan karier, tambahnya.

Pekerja melinting rokok di sebuah pabrik di Sidoarjo, Jawa Timur, 2 Februari 2009. (Foto: REUTERS/Sigit Pamungkas)
Pekerja melinting rokok di sebuah pabrik di Sidoarjo, Jawa Timur, 2 Februari 2009. (Foto: REUTERS/Sigit Pamungkas)

Ada pula aturan yang bagai pisau bermata dua karena memberi anjuran agar tidak lagi dilakukan praktik pelukaan dan pemotongan genitalia perempuan (P2GP), tetapi memberi mandat kepada otoritas agama untuk membuat pedoman pelaksanaannya. Walhasil Peta Jalan Pencegahan P2GP 2020-2030 menghadapi tantangan dari bidang sosial, hukum, budaya dan agama.

Komnas Perempuan juga mengkritisi UU No.7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam yang masih mendiskriminasi hak perempuan nelayan karena definisi nelayan terbatas hanya untuk mereka yang pekerjaannya menangkap ikan, sementara ragam pekerjaan banyak di mana perempuan terlibat.

Sementara upaya menggolkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) selama lebih dari 20 tahun, hingga hari ini masih jalan di tempat. Demikian pula RUU Masyarakat Adat, yang berdampak luas pada hak-hak asasi perempuan adat dan pedesaan.

“Komnas Perempuan mengingatkan bahwa meski UU TPKS telah mengatur penyiksaan seksual, tetapi masih banyak terjadi penyiksaan berbasis gender lainnya di antaranya hukuman mati dalam kasus-kasus narkoba, penyiksaan tehadap perempuan dalam tahanan dan serupa tahanan,” ujar Rainy.

Mengapa Negara Gagal Melindungi Perempuan?

Dekan Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Asmin Fransiska mengatakan meskipun CEDAW mewajibkan negara memberi perlindungan hukum pada perempuan, masih ada sejumlah faktor yang membuat negara gagal. Antara lain karena masih kuatnya budaya patriarki dan domestifikasi isu perempuan, serta masuknya masalah moralitas yang ambigu dalam proses pembentukkan regulasi. Hal ini membuat reformasi hukum belum berjalan maksimal, sementara aparat hukum dan birokrasinya korup dan tidak mandiri, ujarnya.

Dosen Hukum Unika Atma Jaya Asmin Fransiska, mengatakan standar moral pejabat harusnya dilihat dari aspek hukum, bukan orientasi seksualnya. (Foto:VOA/Rio Tuasikal)
Dosen Hukum Unika Atma Jaya Asmin Fransiska, mengatakan standar moral pejabat harusnya dilihat dari aspek hukum, bukan orientasi seksualnya. (Foto:VOA/Rio Tuasikal)

"Pasal (1) CEDAW meminta penjelasan bahwa perlindungan gterhadap perempuan, khususnya tentang diskriminasi terhadap perempuan, diskriminasi terhadap perempuan, tidak berhenti di dalam tindakan-tindakan fisik, kekerasan verbal. Tetapi ia harus masuk ke dalam produk-produk legislasi yang mengatur tentang hak untuk hidup, tentang apa saja yang dilarang," ujarnya.

Pemerintah Indonesia harus menyampaikan laporan capaian dan tantangan implementasi CEDAW kepada Komite CEDAW secara berkala. Menurut rencana, tahun depan pemerintah akan melangsungkan sejumlah kegiatan untuk mendorong partisipasi masyarakat sipil, Kementerian/Lembaga Negara termasuk Lembaga Negara HAM sebelum menyerahkan laporan berkala IX kepada Komite CEDAW. [fw/em]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG