Masyarakat Adat Danau Poso berharap elevasi air Danau Poso dapat kembali normal pada 2022 sehingga lahan-lahan sawah mereka dapat kembali ditanami padi. Sejak tahun 2020, uji coba bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Poso 1 meningkatkan ketinggian air yang menyebabkan ratusan hektare areal persawahan di pinggiran Danau Poso terendam. Akibatnya ratusan keluarga petani kehilangan lapangan pekerjaan.
“Bagaimana solusi dari semua pihak termasuk pemerintah untuk memikirkan hal ini. Pada prinsipnya Masyarakat Adat pinggiran Danau Poso pada tahun 2022 bertekad untuk bersawah kembali,” ungkap Tetua Masyarakat Adat Danau Poso, Berlin Modjanggo (61) dalam konferensi pers, Jumat (31/12).
Harapan serupa diungkapkan Roslin Langgara, seorang ibu rumah tangga petani, pemilik lahan seluas lebih dari satu hektare di Desa Meko, Kecamatan Pamona Barat.
“Yang menjadi harapan kami PT Poso Energy harus menurunkan elevasi Danau Poso secara normal supaya kami petani di pinggiran danau itu yang punya sawah terdampak sekarang ini bisa mengelola sawah kami kembali,” ungkap perempuan berusia 48 tahun itu.
Ia menegaskan dalam dua tahun terakhir keluarganya tidak lagi memiliki sumber penghasilan untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.
Roslin menuturkan menormalkan elevasi air danau seperti semula adalah solusi terbaik bagi petani ketimbang kompensasi 10 kilogram beras per are (100 meter persegi). Menurutnya, kompensasi itu sangat rendah dibandingkan penghasilan petani yang bisa menghasilkan hingga 60 kilogram beras per are.
“Nah ini ditawarkan 10 kilogram beras per are, penghinaan buat kami,” tegas Roslin
914 Petani Terdampak
Poso Energy menyatakan sudah memberikan kompensasi berupa 10 kilogram beras per are kepada lebih dari 754 keluarga dari jumlah 914 keluarga petani yang terdampak operasional bendungan PLTA Poso 1 berdasarkan pendataan yang dilakukan perusahaan itu. Pendataan yang dilakukan pada November 2020 itu menemukan setidaknya 500 hektare persawahan terendam di 18 desa di Kecamatan Pamona Barat, Pamona Selatan, Pamona Tenggara dan Pamona Puselemba.
“Di bulan November 2020 kami menurunkan tim sekeliling danau melihat langsung, bertemu petani langsung menanyakan pada saat kejadian itu sampai di mana air itu,” kata Koordinator Enviromental, CSR & Forestry PT Poso Energy, Agus Syamsi, dalam pertemuan mediasi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah di Palu, Rabu (22/12/2021).
Diketahui elevasi air untuk operasional bendungan PLTA Poso 1 di alur sungai outlet Danau Poso akan berada di antara 510 hingga 512,2 meter di atas permukaan laut (mdpl). Titik terendah ketinggian permukaan air Danau Poso adalah 509 mdpl. Rata-rata elevasi air Danau Poso akan berada di 511,7 mdpl.
Ekosistem Danau Menjadi Waduk
Direktur Institut Mosintuwu, Lian Gogali, menjelaskan dampak kehadiran bendungan PLTA Poso 1 telah membuat ekosistem danau terbesar ketiga di Indonesia itu berubah menjadi ekosistem waduk. Selain merendam areal persawahan, kebun dan lahan gembala, kenaikan elevasi air danau dalam dua tahun terakhir turut merendam rawa yang berperan penting bagi berkembangbiaknya biota Danau Poso.
“Danau Poso itu sekarang ketika diperlakukan sebagai kumpulan air untuk memutar turbin, Danau Poso sekarang bukan diperlakukan sebagai danau tetapi sebagai waduk. Dia sudah menjadi waduk, waduk Danau Poso. Kenapa? Karena airnya sudah diatur oleh Poso Energy,” kata Lian.
Dia mengingatkan keberadaan bendungan telah menghalangi jalur migrasi induk ikan Sidat untuk memijah di laut Teluk Tomini, begitu pula anak ikan sidat tidak dapat kembali ke Danau Poso.
Perlu Audit Lingkungan
Direktur Yayasan Panorama Alam Lestari (YPAL), Yopy Hary, mendesak pemerintah untuk melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terhadap pembangunan proyek PLTA di Poso. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah membuat KLHS dalam suatu pembangunan wilayah. KLHS memuat kajian kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup terhadap pembangunan, perkiraan mengenai dampak dan resiko lingkungan, termasuk tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati.
“Mendorong mereka untuk melakukan melakukan audit lebih komplet terkait dengan dampak lingkungan yang terjadi atas izin pengelolaan dipadukan dengan dampak yang ada, itu menjadi relevan,” kata Yopy Hary.
Danau Poso termasuk dalam penyelamatan 15 Danau Prioritas Nasional berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada September 2021 menyatakan berbagai permasalahan yang dialami danau-danau di Indonesia antara lain pencemaran sampah dan limbah, penurunan kualitas ekosistem dan keanekaragaman hayati, serta pencemaran air dari keramba jaring apung.
Arah kebijakan terkait penyelamatan danau prioritas adalah mencegah dan menanggulangi kerusakan ekosistem.
Indonesia memiliki sekitar 1.575 danau yang dapat menampung 72 persen pasokan air permukaan di Tanag Air. [yl/ah]