Taiwan mendesak China dan Hong Kong, Selasa (16/7), untuk bekerja sama menyelidiki serangkaian penipuan finansial online berkedok asmara. Rayuan maut para penipu online itu sudah menimbulkan kerugian senilai $30 juta atau sekitar Rp 419,4 miliar pada warga Taiwan yang menjadi korban, kantor berita AFP melaporkan, Rabu (17/7).
Memberantas penipuan baru lintas batas negara seperti ini membutuhkan kerja sama ketiga pemerintahan. Hal itu kontras dengan meningkatnya ketegangan baru-baru ini dengan keinginan Beijing untuk mendesakkan hubungan politik yang lebih dekat.
Menurut Biro Investigasi Kriminal, para tersangka yang berbasis di China dan Hong Kong menggunakan media sosial untuk memulai hubungan asmara dengan korbannya di Taiwan. Kemudian, setelah termakan bujuk rayu, korban ditipu untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan keuangan palsu.
Lebih dari 500 orang sudah menjadi korban penipuan dengan kerugian total mencapai lebih dari $30 juta, termasuk satu korban yang mengalami kerugian $2 juta atau sekitar Rp 27,9 miliar.
Para korban yang menjadi target penipuan dibujuk untuk mengirimkan uang ke rekening-rekening bank di Hong Kong, yang dibuat oleh para tersangka dari Hong Kong atau China daratan. Para korban berpikir uang tersebut akan diinvestasikan di saham, mata uang asing, emas atau bursa berjangka.
Tergoda oleh imbal hasil investasi yang bagus yang ditampilkan pada situs web palsu, para korban kemudian menggelontorkan uang hingga mereka sadar tidak bisa meminta kembali uang yang sudah dikirimkan, kata biro tersebut.
“Para tersangka menggunakan media sosial untuk menambahkan orang-orang Taiwan dalam jejaring “teman”...dan kemudian secara bertahap menjebak korban dengan jebakan siber semanis madu untuk mendapatkan kepercayaan dan keterlibatan emosional,” kata biro tersebut dalam pernyataannya.
Huang Ming-Chao, komisioner biro Taiwan itu mengatakan kepolisian Taiwan sedang meminta kerja sama dari kepolisian Hong Kong dan China untuk penyelidikan bersama. Namun kepolisian kedua negara belum merespons. [ft]