Penduduk yang khawatir di kota terbesar Myanmar, Yangon, Selasa (7/9) menimbun makanan, setelah organisasi bawah tanah utama yang mengoordinasikan perlawanan terhadap pemerintahan militer, menyerukan pemberontakan nasional.
Pengumuman itu disampaikan dalam pidato yang diunggah di Facebook oleh penjabat presiden Pemerintah Persatuan Nasional. Duwa Lashi La menyerukan pemberontakan "serentak di setiap desa dan kota di seluruh negeri" dan menyatakan apa yang disebutnya "keadaan darurat." Dia juga mengatakan kepada orang-orang untuk membeli pasokan makanan dan obat serta menghindari perjalanan yang tidak perlu.
Di salah satu pasar swalayan di Yangon, pembeli antre di kasir, troli mereka penuh dengan kebutuhan pokok seperti nasi, mie, dan minyak goreng. Ada laporan tentang pemandangan serupa di toko-toko makanan lain dan pasar terbuka di bekas ibu kota itu.
Negara itu dilanda kerusuhan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari. Sejak itu, pemberontakan kecil-kecilan terjadi di banyak daerah perkotaan. Pertempuran yang lebih sengit terjadi di daerah pedesaan, terutama di daerah perbatasan, di mana milisi etnis minoritas terlibat bentrokan sengit dengan pasukan pemerintah.
Associated Press melaporkan tidak ada tanda-tanda peningkatan aktivitas perlawanan, meskipun sebagian kelompok mahasiswa dan organisasi etnis bersenjata menyatakan solidaritas pada NUG.
Pemerintah Persatuan Nasional sangat populer di Myanmar, tetapi kekuatan dan pengaruhnya sulit diukur. Kelompok ini telah sering mengeluarkan pernyataan dan kebijakan yang menyatakan bahwa pemerintah militer dan tindakannya tidak sah dan ilegal, tetapi hanya memiliki sedikit pengaruh di dunia nyata. Kelompok ini tidak menguasai wilayah, tidak secara langsung mengendalikan angkatan bersenjata apapun dan tidak memiliki pengakuan diplomatik dari negara-negara asing.
Anggota kabinet bayangan Pemerintah Persatuan Nasional bersembunyi di dalam Myanmar dan juga di pengasingan. [ka/ab/em]